PROSES KREATIVITAS ORGANISASI
Oleh: Wahyu Purhantara
Di banyak
organisasi, terutama pada organisasi atau perusahaan besar dan progresif telah
melaksanakan kreativitas organisasi guna percobaan-percobaan untuk langkah
operasional. Ada beberapa alasan mengapa organisasi ini menerapkan aspek
kreativitas bagi pengembangan dan perubahan organisasinya. Suatu organisasi
yang tidak mampu berubah, dapat dipastikan bahwa organisasi ini akan “mati.” Di
lain pihak, organisasi yang terlampau cepat berubah atau hanya berubah demi
perubahan itu sendiri, besar kemungkinan pengembangan organisasi yang akan
dijalankan menjadi tidak efektif.
Proses
krativitas organisasi, menurut Hicks, dimulai dari sebuah ide, dan kemudian ide
ini secara otomatis ditransformasi menjadi sebuah kegiatan inovatif. Banyak ide
baru diciptakan oleh orang-orang yang tidak memiliki kewenangan dan tanggung
jawab dalam tugas organisasi (Jones, 1998). Seharusnya ide-ide dari mereka ini ditampung dan disalurkan melalui
saluran struktur yang ada guna perbaikan proses layanan dan proses operasional
organisasi. Ide-ide yang”liar” dan tidak tertampung ini akan berakibat menjadi
semacam keluhan dari orang-orang yang memiliki ide tadi. Maka masalah pokok
organisasi bukan dikarenakan oleh “kemiskinan” kreativitas, tetapi media
penampungan dan penyaluran ide agar ide dan gagasan yang datang dari berbagai
macam ini dapat diimplementasikan dalam bentuk manfaat praktis. Metode
penyediaan tampungan dan penyaluran ide ini harus didukung oleh orang-orang
yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi. Sesungguhnya,
kreativitas itu bukan barang langka, justru yang langka adalah implementasi
dari ide itu sendiri.
Ide-ide
kreativitas dalam organisasi dapat dievaluasi berdasarkan tiga macam golongan:
1. Apakah organisasi yang bersangkutan dapat
menyediakan sumber-sumber daya yang diperlukan guna mengimplementasikan ide
yang bersangkutan? Contoh: apabila ide yang ada adalah pengadaan satelit untuk
efektivitas informasi dan pemetaan geografis. Walaupun ide ini sepele, namun
memiliki nilai manfaat yang besar bagi kegunaan pengawasan dan keutuhan
wilayah. Maka ide ini akan diimplementasikan organisasi dengan didukung oleh
sumber pendanaan yang jelas, karena ide ini memerlukan biaya miliaran rupiah.
2. Apakah kiranya lingkungan di dalam mana
organisasi yang bersangkutan beroperasi, memungkinkan ide tersebut dapat
dilaksanakan? Contoh: apakah seorang rektor dapat memberhentikan atau memecat
seorang tenaga pengajar dengan semaunya, mengingat sejumlah kendala yang
muncul?
3. Apakah kiranya ide tersebut, apabila ia
dimanfaatkan akan memadai dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk
implementasi ide itu? Sebagai contoh sekelompok mahasiswa berkeinginan untuk
melakukan kuliah kerja lapangan kewirausahaan dengan mengunjungi sejumlah
negara di Eropa. Timbul pertanyaan, apakah biaya yang dikeluarkan mahasiswa
tidak melebihi nilai kepergiannya ke Eropa tersebut? (Winardi, 2003)
Adapun perkembangan sebuah ide, diikuti
tiga macam tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan
kemunculan sebuah ide.
Sebuah bisnis tipikal akan diawali dari
pemikiran seseorang yang memiliki ide tertentu, yang menurut keyakinannya akan
menyebabkan timbulnya sebuah produk atau jasa yang akan diminta dan diminati
oleh pasar. Dengan sendirinya ide tersebut perlu menawarkan sesuatu yang lebih
baik dibandingkan dengan apa yang dapat diproduksi dengan biaya yang lebih
rendah, dibandingkan dengan produk atau jasa yang telah ada dipasar. Pemikiran
kreatif sangat dibutuhkan pada tahapan pemunculan ide semacam itu.Thomas Alva
Edison yang memiliki ide kreatif menciptaakan lampu pijar. Idenya ini ternyata
memiliki rentetan yang sangat panjang, baik dalam pengembangan produk lampu
pijar yang beraneka ragam, maupun dalam hal penyediaan sumber tenaga (energi)
bagi lampu, mulai dari baterai sampai pembangkit tenaga listrik. Semua lini
kreatif Edison sangat bermanfaat bagi organisasi di dalam mengembangkan
bisnisnya.
2. Tahapan
pelaksanaan sebuah ide
Pelaksanaan merupakan tahapan kedua dalam
pemanfaatan ide-ide dalam organisasi. Ide-ide muncul pada tahapan insepsi, dan
mereka kemudian dikonversi dalam praktek pada tahapan pelaksanaan. Pada tahapan
insepsi, pengembangan pemikiran kreatif sangat mendominasi, sedangkan pada
tahapan pelaksanaan ide justru pemikiran analitikal yang lebih memainkan
peranannya. Kemunculan kreativitas pada tahapan pelaksanaan justru tidak
diinginkan, karena akan menimbulkan kondisi yang tidak terkoordinasi dan akan
terjadi pemborosan.
Pada tahapan pelaksanaan,
organisasi-organisasi mulai mementingkan delegasi wewenang, struktur organisasi
yang bersangkutan, standard-standard kinerja organisasi dan kinerja karyawan,
pengawasan biaya, pengawasan mutu dan hal-hal lain yang diperlukan agar
pekerjaan dapat dilaksanakan secara efisien. Pemikiran analitikal sangat
dibutuhkan pada tataran ini, karena ia akan membantu timbulnya sebuah
organisasi dimana pekerjaan banyak orang dapat dikoordinasi secara efisien.
3. Pembaruan
sebuah ide.
Sebuah produk atau jasa yang berhasil,
suatu ketika akan diganti oleh inovasi-inovasi lain. Akan tetapi para manajer
analitikal yang perlu melaksanakan pengembangan ide, sering kali tidak
berkemampuan dalam hal mengajukan ide-ide bagi pembaruan. Penolakan atau
tantangan terhadap ide-ide baru, pada pihak yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan pengembangan ide, seringkali muncul oleh karena ide-ide baru
tersebut akan menggantikan produk atau jasa. Pada hal, produk atau jasa yang
baru dapat dilihat dari sisi keunggulannya, baik keunggulan kompetitif maupun
keunggulan komparasi (Winardi, 2003).
Jadi, organisasi di dalam mengembangkan
kreativitasnya sangat membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas pemikiran
kreatif dan pemikiran analitikal. Pemikiran kratif diperlukan organisasi pada
tahapan insepsi untuk masing-masing ide. Ketika ide yang ada akan dilaksanakan,
maka organisasi membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas pemikiran
analitikal.
Heflin
dalam bukunya, Kewirausahaan dan Inovasi
Bisnis (2004) menyebutkan bahwa kreativitas organisasi perlu ditumbuhkan
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan (preparation), menyiapkan pikiran dan berpikir kreatif, karyawan
perlu dididik untuk mengembangkan ide baru.
2. Penyeldikan (investigation), organisasi memerlukan penelitian mendalam untuk
menciptakan ide dan konsep baru.
3. Transformasi (transformation), kemampuan melihat perbedaan dan kesamaan dengan
pihak lain untuk membangun kesuksesan dengan menghindari kegagalan yang
dilakukan orang lain.
4. Inkubasi (incubation), organisasi melakukan sesuatu yang tidak terkait dengan
tugas utama dan melakukan yang lain dalam rangka membangun ide baru.
5. Penerangan (illumination), organisasi melakukan penciptaan ide inovatif yang
datang secara mendadak setelah keluar dari masalah yang sedang dihadapi
organisasi.
6. Verifikasi (verification), pembuktian ide yang akurat dengan melakukan
eksperimen, simulasi, tes, dll.
7. Implementasi (implementation), membuat kenyataan atas ide-ide inovatif yang telah ditemukan.
Kreativitas organisasi dapat
diciptakan melalui proses sinergi antara lingkungan (environment), kreativitas anggota organisasi (creativity), dan organisasi (organization).
Ketiga elemen ini saling berpengaruh, sehingga organisasi harus mempu mengelola
ketiga elemen ini, dengan tujuan agar organisasi dapat memiliki nilai lebih dan
daya saing (value added and competitive
capability).
Lingkungan yang kompetitif merupakan lingkungan yang
selalu berubah dan menuntut adanya kreativitas anggota organisasi dan sikap adaptif
organisasi. Artinya, lingkungan akan
menuntut sikap cerdas organisasi untuk mengembangkan potensi dan daya
kreatifnya guna mensikapi dan memenangkan persaingan. Kalau ingin hidup dan
menang, maka organisasi harus kreatif dan memberi dukungan atas sikap kreatif
anggotanya. Dengan demikian, pengaruh lingkungan sangat kuat bagi tumbuh dan
berkembangnya ODES. Bagi organisasi yang hidup di lingkungan yang kurang
memberikan tantangan, maka dapat dipastikan bahwa organisasi ini kurang
memiliki kepekaan dan jiwa entrepreneurship.
1. Organisasi adalah
kondisi struktur, sistem, perilaku dan budaya yang hidup di organisasi sehingga
mampu menumbuhkan dan mengembangkan jiwa kewirasuahaan. Organisasi yang cerdas
di dalam mensikapi tantangan zaman dan keinginan untuk tetap hidup dan
berkembang, maka organisasi ini secara sadar akan memelihara nilai-nilai
kewirausahaan kepada seluruh komponen organisasi. Artinya, ketika organisasi
akan melakukan ODES, maka segala kebutuhan, baik hardware maupun software
organisasi telah siap untuk melakukan ODES (ready
for used to ODES).
2. Kreativitas merupakan
komponen penentu dari keberhasilan organisasi membangun kreativitasnya. Artinya,
tingkat responsivitas organisasi terhadap perubahan di lingkungannya sangat
dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan organisasi. Untuk itu, keberhasilan
mengembangkan kecerdasan dan kreativitas organisasi sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Rekruitmen SDM organisasi yang lebih
mengedepankan unsur kompetensi dan kreativitas SDM. Dalam hal ini, organisasi
memiliki kepentingan bagi orang-orang yang cerdas dan kreatif untuk diajak
bergabung dan berkembang. Organisasi memiliki wewenang untuk menentukan
orang-orang yang layak dan dibutuhkan oleh organisasi. Organisasi juga
berwenang untuk mencari orang-orang yang dibutuhkan untuk masa mendatang.
b. Kompetensi SDM yang dimiliki organisasi.
SDM adalah aset dan investasi bagi organisasi, sehingga kompetensi SDM sangat
diperhatikan oleh organisasi. Untuk itu mencari orang yang tepat dan sesuai
dengan core organization adalah suatu
keputusan yang tepat untuk jangka panjang. Adapun tehnik menyewa atau outsourching adalah suatu kepentingan jangka pendek organisasi,
terutama ketika organisasi akan memberlakukan ODES.
c. Tata kelola atau implementasi manajemen
SDM yang meliputi pengembangan SDM melalui pendidikan dan latihan; kompetensi
dan standar upah yang berbasis kinerja SDM, tanggung jawab pekerja,
penyelesaian konflik, penataan SDM berbasis kompetensi, dll. Kesemuanya
merupakan langkah awal untuk menciptakan organisasi yang kreatif.
d. Keseimbangan potensi SDM dengan kebutuhan
ODES. Potensi dan daya kreativitas SDM secara pasti harus diketahui oleh
organisasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat didayagunakan secara maksimal dengan
cara memberikan pintu peluang untuk kreativitas SDM.Tantangan yang sering
muncul adalah organisasi kurang memiliki ketersediaan SDM yang kreatif atau
organisasi tidak memiliki daya untuk mengembangkan kreativitas SDM. Akibatnya
jelas, yaitu organisasi tidak berhasil menjawab peluang dan ancaman dari
lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar