Translate

Rabu, 20 Maret 2013

Pengembangan Organisasi, Kreativitas Organisasi



PROSES KREATIVITAS ORGANISASI


 Oleh: Wahyu Purhantara


Di banyak organisasi, terutama pada organisasi atau perusahaan besar dan progresif telah melaksanakan kreativitas organisasi guna percobaan-percobaan untuk langkah operasional. Ada beberapa alasan mengapa organisasi ini menerapkan aspek kreativitas bagi pengembangan dan perubahan organisasinya. Suatu organisasi yang tidak mampu berubah, dapat dipastikan bahwa organisasi ini akan “mati.” Di lain pihak, organisasi yang terlampau cepat berubah atau hanya berubah demi perubahan itu sendiri, besar kemungkinan pengembangan organisasi yang akan dijalankan menjadi tidak efektif.
Proses krativitas organisasi, menurut Hicks, dimulai dari sebuah ide, dan kemudian ide ini secara otomatis ditransformasi menjadi sebuah kegiatan inovatif. Banyak ide baru diciptakan oleh orang-orang yang tidak memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam tugas organisasi (Jones, 1998). Seharusnya ide-ide dari mereka ini ditampung dan disalurkan melalui saluran struktur yang ada guna perbaikan proses layanan dan proses operasional organisasi. Ide-ide yang”liar” dan tidak tertampung ini akan berakibat menjadi semacam keluhan dari orang-orang yang memiliki ide tadi. Maka masalah pokok organisasi bukan dikarenakan oleh “kemiskinan” kreativitas, tetapi media penampungan dan penyaluran ide agar ide dan gagasan yang datang dari berbagai macam ini dapat diimplementasikan dalam bentuk manfaat praktis. Metode penyediaan tampungan dan penyaluran ide ini harus didukung oleh orang-orang yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi. Sesungguhnya, kreativitas itu bukan barang langka, justru yang langka adalah implementasi dari ide itu sendiri.
Ide-ide kreativitas dalam organisasi dapat dievaluasi berdasarkan tiga macam golongan:
1.      Apakah organisasi yang bersangkutan dapat menyediakan sumber-sumber daya yang diperlukan guna mengimplementasikan ide yang bersangkutan? Contoh: apabila ide yang ada adalah pengadaan satelit untuk efektivitas informasi dan pemetaan geografis. Walaupun ide ini sepele, namun memiliki nilai manfaat yang besar bagi kegunaan pengawasan dan keutuhan wilayah. Maka ide ini akan diimplementasikan organisasi dengan didukung oleh sumber pendanaan yang jelas, karena ide ini memerlukan biaya miliaran rupiah.
2.      Apakah kiranya lingkungan di dalam mana organisasi yang bersangkutan beroperasi, memungkinkan ide tersebut dapat dilaksanakan? Contoh: apakah seorang rektor dapat memberhentikan atau memecat seorang tenaga pengajar dengan semaunya, mengingat sejumlah kendala yang muncul?
3.      Apakah kiranya ide tersebut, apabila ia dimanfaatkan akan memadai dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk implementasi ide itu? Sebagai contoh sekelompok mahasiswa berkeinginan untuk melakukan kuliah kerja lapangan kewirausahaan dengan mengunjungi sejumlah negara di Eropa. Timbul pertanyaan, apakah biaya yang dikeluarkan mahasiswa tidak melebihi nilai kepergiannya ke Eropa tersebut? (Winardi, 2003)

Adapun perkembangan sebuah ide, diikuti tiga macam tahapan sebagai berikut:
1.       Tahapan kemunculan sebuah ide.
Sebuah bisnis tipikal akan diawali dari pemikiran seseorang yang memiliki ide tertentu, yang menurut keyakinannya akan menyebabkan timbulnya sebuah produk atau jasa yang akan diminta dan diminati oleh pasar. Dengan sendirinya ide tersebut perlu menawarkan sesuatu yang lebih baik dibandingkan dengan apa yang dapat diproduksi dengan biaya yang lebih rendah, dibandingkan dengan produk atau jasa yang telah ada dipasar. Pemikiran kreatif sangat dibutuhkan pada tahapan pemunculan ide semacam itu.Thomas Alva Edison yang memiliki ide kreatif menciptaakan lampu pijar. Idenya ini ternyata memiliki rentetan yang sangat panjang, baik dalam pengembangan produk lampu pijar yang beraneka ragam, maupun dalam hal penyediaan sumber tenaga (energi) bagi lampu, mulai dari baterai sampai pembangkit tenaga listrik. Semua lini kreatif Edison sangat bermanfaat bagi organisasi di dalam mengembangkan bisnisnya.
2.       Tahapan pelaksanaan sebuah ide
Pelaksanaan merupakan tahapan kedua dalam pemanfaatan ide-ide dalam organisasi. Ide-ide muncul pada tahapan insepsi, dan mereka kemudian dikonversi dalam praktek pada tahapan pelaksanaan. Pada tahapan insepsi, pengembangan pemikiran kreatif sangat mendominasi, sedangkan pada tahapan pelaksanaan ide justru pemikiran analitikal yang lebih memainkan peranannya. Kemunculan kreativitas pada tahapan pelaksanaan justru tidak diinginkan, karena akan menimbulkan kondisi yang tidak terkoordinasi dan akan terjadi pemborosan.
Pada tahapan pelaksanaan, organisasi-organisasi mulai mementingkan delegasi wewenang, struktur organisasi yang bersangkutan, standard-standard kinerja organisasi dan kinerja karyawan, pengawasan biaya, pengawasan mutu dan hal-hal lain yang diperlukan agar pekerjaan dapat dilaksanakan secara efisien. Pemikiran analitikal sangat dibutuhkan pada tataran ini, karena ia akan membantu timbulnya sebuah organisasi dimana pekerjaan banyak orang dapat dikoordinasi secara efisien.
3.       Pembaruan sebuah ide.
Sebuah produk atau jasa yang berhasil, suatu ketika akan diganti oleh inovasi-inovasi lain. Akan tetapi para manajer analitikal yang perlu melaksanakan pengembangan ide, sering kali tidak berkemampuan dalam hal mengajukan ide-ide bagi pembaruan. Penolakan atau tantangan terhadap ide-ide baru, pada pihak yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pengembangan ide, seringkali muncul oleh karena ide-ide baru tersebut akan menggantikan produk atau jasa. Pada hal, produk atau jasa yang baru dapat dilihat dari sisi keunggulannya, baik keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparasi (Winardi, 2003).

Jadi, organisasi di dalam mengembangkan kreativitasnya sangat membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas pemikiran kreatif dan pemikiran analitikal. Pemikiran kratif diperlukan organisasi pada tahapan insepsi untuk masing-masing ide. Ketika ide yang ada akan dilaksanakan, maka organisasi membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas pemikiran analitikal.
Heflin dalam bukunya, Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis (2004) menyebutkan bahwa kreativitas organisasi perlu ditumbuhkan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Persiapan (preparation), menyiapkan pikiran dan berpikir kreatif, karyawan perlu dididik untuk mengembangkan ide baru.
2.    Penyeldikan (investigation), organisasi memerlukan penelitian mendalam untuk menciptakan ide dan konsep baru.
3.    Transformasi (transformation), kemampuan melihat perbedaan dan kesamaan dengan pihak lain untuk membangun kesuksesan dengan menghindari kegagalan yang dilakukan orang lain.
4.    Inkubasi (incubation), organisasi melakukan sesuatu yang tidak terkait dengan tugas utama dan melakukan yang lain dalam rangka membangun ide baru.
5.    Penerangan (illumination), organisasi melakukan penciptaan ide inovatif yang datang secara mendadak setelah keluar dari masalah yang sedang dihadapi organisasi.
6.    Verifikasi (verification), pembuktian ide yang akurat dengan melakukan eksperimen, simulasi, tes, dll.
7.    Implementasi (implementation), membuat kenyataan atas ide-ide inovatif  yang telah ditemukan.
Kreativitas organisasi dapat diciptakan melalui proses sinergi antara lingkungan (environment), kreativitas anggota organisasi (creativity), dan organisasi (organization). Ketiga elemen ini saling berpengaruh, sehingga organisasi harus mempu mengelola ketiga elemen ini, dengan tujuan agar organisasi dapat memiliki nilai lebih dan daya saing (value added and competitive capability).
 Lingkungan yang kompetitif merupakan lingkungan yang selalu berubah dan menuntut adanya kreativitas anggota organisasi dan sikap adaptif organisasi. Artinya, lingkungan  akan menuntut sikap cerdas organisasi untuk mengembangkan potensi dan daya kreatifnya guna mensikapi dan memenangkan persaingan. Kalau ingin hidup dan menang, maka organisasi harus kreatif dan memberi dukungan atas sikap kreatif anggotanya. Dengan demikian, pengaruh lingkungan sangat kuat bagi tumbuh dan berkembangnya ODES. Bagi organisasi yang hidup di lingkungan yang kurang memberikan tantangan, maka dapat dipastikan bahwa organisasi ini kurang memiliki kepekaan dan jiwa entrepreneurship.
1.    Organisasi adalah kondisi struktur, sistem, perilaku dan budaya yang hidup di organisasi sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan jiwa kewirasuahaan. Organisasi yang cerdas di dalam mensikapi tantangan zaman dan keinginan untuk tetap hidup dan berkembang, maka organisasi ini secara sadar akan memelihara nilai-nilai kewirausahaan kepada seluruh komponen organisasi. Artinya, ketika organisasi akan melakukan ODES, maka segala kebutuhan, baik hardware maupun software organisasi telah siap untuk melakukan ODES (ready for used to ODES).
2.    Kreativitas merupakan komponen penentu dari keberhasilan organisasi membangun kreativitasnya. Artinya, tingkat responsivitas organisasi terhadap perubahan di lingkungannya sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan organisasi. Untuk itu, keberhasilan mengembangkan kecerdasan dan kreativitas organisasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a.       Rekruitmen SDM organisasi yang lebih mengedepankan unsur kompetensi dan kreativitas SDM. Dalam hal ini, organisasi memiliki kepentingan bagi orang-orang yang cerdas dan kreatif untuk diajak bergabung dan berkembang. Organisasi memiliki wewenang untuk menentukan orang-orang yang layak dan dibutuhkan oleh organisasi. Organisasi juga berwenang untuk mencari orang-orang yang dibutuhkan untuk masa mendatang.
b.      Kompetensi SDM yang dimiliki organisasi. SDM adalah aset dan investasi bagi organisasi, sehingga kompetensi SDM sangat diperhatikan oleh organisasi. Untuk itu mencari orang yang tepat dan sesuai dengan core organization adalah suatu keputusan yang tepat untuk jangka panjang. Adapun  tehnik menyewa atau outsourching adalah suatu kepentingan jangka pendek organisasi, terutama ketika organisasi akan memberlakukan ODES.
c.       Tata kelola atau implementasi manajemen SDM yang meliputi pengembangan SDM melalui pendidikan dan latihan; kompetensi dan standar upah yang berbasis kinerja SDM, tanggung jawab pekerja, penyelesaian konflik, penataan SDM berbasis kompetensi, dll. Kesemuanya merupakan langkah awal untuk menciptakan organisasi yang kreatif.
d.      Keseimbangan potensi SDM dengan kebutuhan ODES. Potensi dan daya kreativitas SDM secara pasti harus diketahui oleh organisasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat didayagunakan secara maksimal dengan cara memberikan pintu peluang untuk kreativitas SDM.Tantangan yang sering muncul adalah organisasi kurang memiliki ketersediaan SDM yang kreatif atau organisasi tidak memiliki daya untuk mengembangkan kreativitas SDM. Akibatnya jelas, yaitu organisasi tidak berhasil menjawab peluang dan ancaman dari lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar