Translate

Minggu, 26 Juli 2020

Khotbah Idul Adha 1441H/2020

MENELADANI KEBERAGAMAAN NABI IBRAHIM

 leh: Prof Dr H Dadang Kahmad, MSi (Ketua PP Muhammadiyah)


Reshared by Gus Poer

اَلْـحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ . وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ  نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَعَلَى اَلِهَ وَ اَصْحَبِهَ وَمَنْ وَّالَاهُ اَمَّا بّعْدُ فَيَاعِبَدَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَأِيَّايَ بِتَقْوَى االلهِ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ  

 اَللهُ اَكْبَرُاللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Hadirin jamaah Idul Adha yang dirahmati Alloh SwT

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadhirat Allah SwT, shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad saw, kepada Keluarganya, para shahabatnya dan pengikut semuanya hingga akhir zaman.  

Di hari yang berbahagia ini kita merayakan Idul Adha, hari dimana kita dianjurkan bertakbir, malaksanakan shalat Id dan menyembelih hewan kurban. 

Walaupun masih dalam keadaan prihatin karena darurat wabah Corona yang masih merebak di tanah air kita, bahkan di seluruh dunia, kita tetap melaksanakan ibadah yang dianjurkan oleh syariat tetapi berpedoman kepada surat edaran Pipmpinan Pusat Muhammadiyah No 06 tahun 2020 yaitu menyesuaikan pelaksanaan ibadah Idul Adha disesuaikan dengan protokol kesehatan.

Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahi Alhamdu

Jamaah Ied yang berbahagia. 

Perayaan Idul Adha beserta ibadah kurban adalah ibadah yang mengingatkan kita kepada keimanan, kesabaran, kejujuran serta ketaatan nabi Ibrahim alaihisalam. Beliau adalah Nabi yang dikasihi Allah karena keimanan yang sangat kuat dan ketakwaan yang sangat tinggi.

Beliaulah yang dalam pencahariannya menemukan Tuhan Allah yang Maha Tunggal, Yang Maha Kuasa dan Maha Besar.  Kepadanya beliau menyerahkan diri secara bulat tanpa ada keraguan.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْهِمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُو اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ

Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan Keluarganya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji. (Al-Mumtahanah : 6)

Nabi Ibrahim meyakini bahwa apapun yang diperintahkan Allah sebagai suatu kebaikan yang harus ditunaikan tanpa ada penolakan. Maka ketika ada perintah Allah untuk meninggalkan Istri dan anaknya yang masih bayi di lembah tandus dan sunyi sepi beliau melaksanakanya dengan penuh ketaatan.

Yang akhirnya berujung kebaikan yang besar, keluar mata air zamzam sebagai daya tarik bagi manusia lain untuk ikut menetap maka jadilah sekarang sebuah kota yang terkenal yaitu Makkah Al Mukaramah yang dikunjungi jutaan kaum Muslimin yang berziarah kepadanya.  

Ketaatan  pada perintah Tuhan yang dilakukan Nabi Ibrahim sangat luar biasa,  walaupun sesulit apapun dan melibatkan perasaan yang terdalam beliau tetap melaksanakannya.

Seperti halnya  ketika Nabi Ibrahim diperintah mengorbankan putra tersayang Ismail beliaupun dengan penuh keyakinan tetap melaksanakannya.

Walaupun akhirnya Allah mengganti kurbannya dengan biri-biri yang besar, tetapi beliau sudah tercatat dalam sejarah sebagai Nabi yang sangat beriman kepada Allah dengan segenap jiwa raganya, mentaati perintah Allah dengan ketaatan yang luar biasa.

Untuk menghormati dan mencontoh ketaatan Nabi Ibrahim kita diperintahkan untuk melaksanakan kurban dengan binatang ternak yang baik dan besar.

Dan tradisi tersebut sampai hari ini dilaksanakan oleh segenap kaum Muslimin seluruh dunia, sebagai suatu simbol ketaatan dan keikhlasan kepada Alloh Tuhan semesta alam.

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ  – اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

 “Sesungguhnya kami telah memberi kamu nikmat yang banyak, maka laksanakan sholat kepada Tuhanmu dan berkorbanlah, sesungguhnya orang yang membencimu adalah orang yang terputus”. (Al-Kautsar 1-3)

Ketaatan keikhlasan dan pengorbanan harus menjadi bagian dari kehidupan kaum Muslimin.

Dalam keadaan situasi darurat wabah seperti sekarang ini di mana banyak orang yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Maka kita harus terpanggil membantu dengan harta kita yang kita cintai sebagian kecil atau sebagian besar untuk dipakai membantu mengurangi kesengsaraan mereka. “Tidak beriman seseorang jika dirinya kenyang sedangkan tetangganya kelaparan”.

Oleh karena itu, PP Muhammadiyah melalui surat edaran No 06 tahun 2020, menganjurkan seluruh warganya untuk menggunakan uang pembelian hewan kurban disumbangkan untuk menanggulangi dampak negatif dari wabah pandemi Covid 19 yang luar biasa ini.

Tetapi kecintaan manusia kepada harta terkadang sangat berlebihan sehingga menjadi cobaan berat bagi dirinya dan menjadi penghalang bagi ketaatan kepada Allah SWT, sehingga Allah menyatakan dalam Al-Qur’an surat At-Taghabun ayat 15.

اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ

“Sesungguhnya harta mu dan anak anakmu adalah cobaan bagimu, dan disisi Alloh ada pahala yang besar.”

Keengganan berinfak dan bershadaqah adalah karakter manusia kikir karena mereka sangat mencntai harta yang dimilikinya.

Walaupun Allah SwT banyak menekankan dalam berbagai ayat dalam Al-Qur’an keutamaan bershadaqah bahkan disamakan dengan memberi pinjaman kepada-Nya yang akan dibayar dengan berlipat ganda di dunia, juga dijanjikan pahala besar di akhirat.

Bagi sebagian besar manusia menganggap bahwa harta yang dimilikinya itu akan mengekalkan kehidupan di dunia. Mereka enggan untuk berinfak padahal harta, menurut pandangan agama hanya perhiasan kehidupan dunia yang sifatnya sementara.

Firman Allah “Celakalah orang yang mengumpat dan mencela, yaitu orang selalu mengumpulkan harta dan menghitung hitungnya, mereka menyangka bahwa hartanya dapat mengekalkan nya” (Al Humazah 1-3).

Dan Sabda Roasululoh saw : “Anak Adam mengatakan hartaku, hartaku, Tidaklah kamu mendapatkan dari hartamu itu kecuali apa yang kamu makan sampai kenyang, pa yang kamu pakai sampai usang, atau kamu sedekahkan sehingga pahalanya akan terus mengalir”. ( HR Muslim, At-Timidzi dan an Nasa’i)

Pada zaman para sahabat Nabi di Medinah, mereka memberi pertolongan kepada orang lain yang kesusahan sangat luar biasa, kadang bantuan yang diberikan melebihi keperluan untuk dirinya sendiri bahkan mereka rela tidak makan demi untuk memberi makan sahabatnya yang kelaparan.

Seperti yang digambarkan al-Qur’yan dalam surat al Hasyr ayat 9

……“dan mereka (kaum Anshor) mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

Potongan surat Al-Hasyr ayat 9 tersebut menggambarkan betapa para sahabat saling mengasihi dan saling menolong di antara mereka bagaikan bangunan yang sangat kokoh.

Memberi tumpangan rumah bagi yang tidak punya rumah dan berbagi makan dengan mereka yang tidak punya penghasilan walaupun dalam keadaan dirinya pun kesusahan.

Mereka itulah para dermawan yang selalu dipuji Allah dan akan diberi keberuntungan serta kebahagiaan oleh Allah SwT sepanjang masa. Pemurah itu karakter orang sholeh dan para Nabi, dirahmati hidupnya dan diberkahi hartanya.

Hadirin yang berbahagia

Sekedar merenungi kembali momentum Idul Adha, Kesanggupan Nabi Ibrahim mengurbankan anak kandungnya sendiri Nabi Ismail, di samping menguji ketaatan beliau bahwa perintah Allah s.w.t. yang harus dipatuhi.

Juga Allah Ta’ala memberi peringatan kepada umat yang akan datang termasuk kita bahwa setiap orang harus sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah.

Hidup adalah satu perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan. Tidak akan ada pengorbanan tanpa kesusahan.

Justru kesediaan seseorang untuk melakukan pengorbanan termasuk uang dan harta benda, tenaga dan waktu, akan benar-benar menguji keimanan seseorang.

Peristiwa berkorban Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail merupakan satu noktah kejadian yang dapat direnungi oleh semua manusia dari semua level usia dan latar belakang tingkat pendidikan.

Dengan kata lain, semangat berkorban adalah tuntutan paling besar yang ada dalam lingkungan keluarga, masyarakat maupun, agama bangsa dan negara.

Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahi Alhamdu

Di akhir khutbah ini marilah kita berdoa kepada Alloh agar segala musibah dan kesulitan cepat berlalu diganti dengan keamanan kesejahteraan dan kebahagiaan.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Allohuma Ya Allah Yang Maha Kuasa, pada hari ini kami berkumpul di lapangan ini, untuk melaksanakan perintah-Mu, melampiaskan rasa syukur kepadamu, menyatakan rasa bahagia atas perjuangan kami selama ini. Terimalah segala amal kami, ampunilah segala dosa kami, dosa ibu bapa kami, dosa keluarga kami, dosa kaum Muslimin Muslimat yang hidup maupun yang telah wafat.

Ya Allah hari ini kami melaksanakan ibadah shalat dan kurban yang kami sisihkan dari harta halal kami selama ini, semuanya  hanyalah mengejar ridhaMu, mengharap ampunanMu, membersihkan kotoran jiwa yang mengganggu. Terimalah pengorbanan kami ya Allah, gantilah dengan ridhaMu, ampunanMu dan surgaMu.  

Ya Allah engkau tahu, negeri kami dihuni oleh sembilan puluh persen umat Islam yang selalu mengagungkan asmamu, menjaga agamamu, jangan timpakan kepada kami ujian dan siksaan dari akibat kesalahan dan keserakahan para pemimpin kami.

Ampunilah kami, hindarkanlah kami dari wabah penyakit yang membahayakan kami jadikanlah negeri kami, negeri yang aman sentosa berilah penduduknya rizki dari buah-buahan terutama orang yang beriman kepadamu dan hari akhirMu.  

Ya Allah tolonglah saudara kami di mana saja mereka berada yang sedang menderita karena tertimpa musibah bencana wabah penyakit berilah mereka kesabaran dan penggantian harta dan jiwa yang telah hilang dengan yang lebih baik.

Ya Allah cegahlah maksud buruk dari orang orang yang menggunakan kesempatan dalam situasi darurat pandemi ini, untuk mengoalkan cita-cita ideologi mereka yang bertentangan dengan agamaMu, hindarkanlah negara kami dari perpecahan dan permusuhan dan hanya kepadaMu-lah kami semua berharap.

Ya Allah, hajat kami kepada-Mu begitu sangat banyak, hanya Engkaulah Yang Mengetahui seluruh hajat dan kebutuhan kami. Kami memohon kepada-Mu ya karim, sepanjang hajat dan kebutuhan kami ini baik menurutmu, dan memberi kemaslahatan dunia dan akhirat bagi kami, maka penuhilah hajat dan kebutuhan kami ini, juga hajat dan kebutuhan istri, keluarga, orang tua, dan saudara serta sahabat kami.

Ya Alloah, tiada tempat berharap bagi kami selain kepada-Mu, tiada tempat bergantung bagi kami, selain Engkaulah tempat kembali kami.

Penuhilah seluruh harapan kami ini ya Allah dengan Kau ijabah seluruh pinta dan harapan kami ini. Sungguh Engkau Dzat yang tidak pernah mengingkari janji.

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Wassalamu alaikum wr. wb.

Prof Dr H Dadang Kahmad, MSi, PP Muhammadiyah


Senin, 13 Juli 2020

Makna Syahadat

Syahadatain dan Makna di Dalamnya

Oleh: Wahyu Purhantara

 

Sebagai seorang muslim  harus mengetahui makna bacaan dalam kalimat Syahadah. Karena hal ini menyangkut konsekuensi sikap dan perilaku kita dalam beraqidah. Jika salah atau tidak mengerti makna Syahadah, maka semua amal sholih kita akan tertolak di hadapan Allah.

Atas dasar hal tersebut, maka berikut ini disampakan pemaknaan kalimah syahadah. 

Makna “Asyhadu”

Kata “asyahdu” yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:

1. Pernyataan atau Ikrar (al-I’laan atau al-Iqraar)

Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau menyatakan – bukan hanya mengucapkan – kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada Ilaah Selain Allah.

2. Sumpah (al-Qassam)

Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah – suatu kesediaan yang siap menerima akibat dan resiko apapun – bahwa tiada Ilaah selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan Allah.

3. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)

Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji tersebut kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (QS 7:172).

Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji suci, sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).

 

Hakikat Iman

Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:

1. Dikatakan dengan lisan (al-Qaul)

Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua perkataan yang keluar dari lisan mukmin senantiasa baik dan mengandung hikmah.

2. Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)

Hati adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang keluar dari lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadits Bukhari digambar oleh Nabi SAW bahwa:

“Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang subur menumbuhkan tanaman, ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya menampung air, ada jenis tanah yang gersang, tidak menumbuhkan juga tidak menampung”.

Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga, yaitu hati orang mukmin (QS 26: 89), hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang munafik (QS 2: 10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qalb). Sedangkan hati orang mukmin itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah yang subur yang dapat menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar keyakinannya menjulang kuat ke tanah, serta buah nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.

3. Perbuatan (al-‘Amal)

Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima amalnya. Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu bicara dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah ia berkhianat.

Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan yang utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqamah, tetap, teguh dan konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqamah merupakan proses yang terus berjalan bersama keimanan. Mukmin mustaqim akan mendapatkan karunia dari Allah berupa:

  • Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir dari keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi resiko tantangan hidup, siap berjuang meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberanian adalah sifat pengecut.
  • Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir batin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
  • Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan Allah dan ganjaran Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tenteram akan kemenangan hakiki, yaitu mendapatkan keridhaan Allah (mardhatillah).

Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah dengan anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan akhirat.

 

Inilah pemahaman terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam pelaksanaannya, karena kita berharap agar Allah memberikan kesabaran dalam memahaminya.

 

 

Disarikan dari: dakwatuna 22/12/06 | 13:21


Kandungan kalimah Syahadat

Syahadatain dan Kandungan di Dalamnya

Oleh: Wahyu Purhantara

Kalimat syahadat terdiri dari Laa Ilaaha Illallah dan Muhammadun Rasulullah. Memahami keduanya sangat penting dan mendasar. Karena jika kita tak memahami hakikat kalimat syahadah, kita dapat terjerembab ke dalam penyakit kebodohan dan kemusyrikan.

Di dalam kalimah syahadah, kita mengenal kalimat Laa Ilaaha Illallah adalah sepenggal kalimah yang diangkat sebuah kalimat dalam surat Muhammad:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah….. (QS. Muhammad: 19)

Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari bangunan keislaman seorang muslim. Jika fondasinya tidak kuat maka rumahnya pun tidak akan kuat bertahan.

Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat Islam tidak dibenarkan hanya sekadar mengucapkan atau melafalkan dua kalimat syahadah, tetapi seharusnya betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka ketahuilah, ilmuilah….” Artinya Allah memerintahkan untuk mengilmui atau memahami kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekadar mengucapkannya, tetapi dengan yang pada gilirannya akan membentuk keyakinan (i’tiqad) dalam hati.

Pentingnya Syahadatain

Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa hal:

1. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)

Qs 2:108

Islam ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Untuk memasukinya akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman Islam yang benar dimulai dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang benar atas kedua kalimat ini mengantarkan manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyah) yang benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta alam.

2. Intisari doktrin Islam (Khulashah ta’aliimil Islam)

Intisari ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat syahadah. Asyhadu allaa ilaaha illallah (Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi: sesungguhnya Muhammad Rasul Allah). Pertama, kalimat syahadatain merupakan pernyataan proklamasi kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk Allah semata (Laa ma’buda illallah), baik secara pribadi maupun kolektif (berjamaah). Kemerdekaan yang bermakna membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan, kekafiran dan api neraka. Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita, harta, perut, melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas prinsip kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”. Rasulullah juga bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan Nabi-nabi sebelumku adalah Laa ilaaha illallah” (Hadist). Maka sering mengulang kalimat ini sebagai dzikir yang diresapi dengan pemahaman yang benar ¾ bukan hanya melisankan ¾ adalah sebuah keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang kuat, membuat hamba menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah Allah akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang suci. Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman dengan bersih, yaitu hidup aman atau tenteram dan mendapat petunjuk dari Allah. Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Qur’an:

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Al-An’am: 82).

Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita seharusnya meneladani Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena beliau adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW:

“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat…”.

Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam Islam.

3. Dasar-dasar Perubahan (Asasul inqilaab)

Perubahan yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu perubahan dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya (Islam); minazh zhuluumati ilan nuur. Perubahan yang dimaksud mencakup aspek keyakinan, pemikiran, dan hidupnya secara keseluruhan, baik secara individu maupun masyarakat. Secara individu, berubah dari ahli maksiat menjadi ahli ibadah yang taqwa; dari bodoh menjadi pandai; dari kufur menjadi beriman, dan seterusnya. Secara masyarakat, di bidang ibadah, merubah penyembahan komunal berbagai berhala menjadi menyembah kepada Allah saja. Dalam bidang ekonomi, merubah perekonomian riba menjadi sistem Islam tanpa riba, dan begitu seterusnya di semua bidang. Syahadatain mampu merubah manusia, sebagaimana ia telah merubah masyarakat di masa Rasulullah dan para sahabat terdahulu. Diawali dengan memahami syahadatain dengan benar dan mengajak manusia meninggalkan kejahiliyahan dalam semua aspeknya kepada nilai-nilai Islam yang utuh.

4. Hakikat Dakwah para Rasul (Haqiqatud Da’watir Rasul)

Para nabi, sejak Adam a.s sampai Muhammad saw, berdakwah dengan misi yang sama, mengajak manusia pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu untuk beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan kalimat syahadatain, bahwa tiada Ilaah selain Allah semata. Seperti difirmankan Allah SWT:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu” (QS 16:36)

5. Keutamaan yang Besar (Fadhaailul ‘Azhim)

Kalimat syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, menjanjikan keutamaan yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral maupun material; kebahagiaan di dunia juga di akhirat; mendapatkan jaminan surga serta dihindarkan dari panasnya neraka.

 

Disarikan dari: dakwatuna 22/12/06 | 13:21