Translate

Jumat, 31 Mei 2013

Metode Menghafal Al Qur'an



METODE MENGHAFAL AL QUR'AN 
Reshared by: Wahyu Purhantara

Ada dua metode yang sering dipakai oleh sebagian kalangan, dan terbukti sangat efektif :

Metode Pertama : Menghafal per satu halaman ( menggunakan Mushaf Madinah ). Kita membaca satu lembar yang mau kita hafal sebanyak tiga atau lima kali secara benar, setelah itu kita baru mulai menghafalnya. Setelah hafal satu lembar, baru kita pindah kepada lembaran berikutnya dengan cara yang sama. Dan jangan sampai pindah ke halaman berikutnya kecuali telah mengulangi halaman- halaman yang sudah kita hafal sebelumnya. Sebagai contoh : jika kita sudah menghafal satu lembar kemudian kita lanjutkan pada lembar ke-dua, maka sebelum menghafal halaman ke-tiga, kita harus mengulangi dua halaman sebelumnya. Kemudian sebelum menghafal halaman ke-empat, kita harus mengulangi tiga halaman yang sudah kita hafal. Kemudian sebelum meghafal halaman ke-lima, kita harus mengulangi empat halaman yang sudah kita hafal. Jadi, tiap hari kita mengulangi lima halaman : satu yang baru, empat yang lama. Jika kita ingin menghafal halaman ke-enam, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman dua, tiga, empat dan lima. Untuk halaman satu kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali. Jika kita ingin menghafal halaman ke-tujuh, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman tiga, empat, lima, dan enam. Untuk halaman satu dan dua kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali, dan begitu seterusnya.
Perlu diperhatikan juga, setiap kita menghafal satu halaman sebaiknya ditambah satu ayat di halaman berikutnya, agar kita bisa menyambungkan hafalan antara satu halaman dengan halaman berikutnya.

Metode Kedua : Menghafal per- ayat , yaitu membaca satu ayat yang mau kita hafal tiga atau lima kali secara benar, setelah itu, kita baru menghafal ayat tersebut. Setelah selesai, kita pindah ke ayat berikutnya dengan cara yang sama, dan begiu seterusnya sampai satu halaman. Akan tetapi sebelum pindah ke ayat berikutnya kita harus mengulangi apa yang sudah kita hafal dari ayat sebelumnya. Setelah satu halaman, maka kita mengulanginya sebagaimana yang telah diterangkan pada metode pertama.
Untuk memudahkan hafalan juga, kita bisa membagi Al Qur’an menjadi tujuh hizb (bagian) :
1.     Surat Al Baqarah sampai Surat An Nisa’
2.     Surat Al Maidah sampai Surat At Taubah
3.     Surat Yunus sampai Surat An Nahl
4.     Surat Al Isra’ sampai Al Furqan
5.     Surat As Syuara’ sampai Surat Yasin
6.     Surat As Shoffat sampai Surat Al Hujurat
7.     Surat Qaf sampai Surat An Nas
Boleh juga dimulai dari bagian terakhir yaitu dari Surat Qaf sampai Surat An Nas, kemudian masuk pada bagian ke-enam dan seterusnya.

Kamis, 30 Mei 2013

Menghafal Al Qur'an

EMPAT LANGKAH MENGHAFAL AL QUR'AN

Reshared by: Wahyu Purhantara



Sesuatu yang paling berhak dihafal adalah Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah Firman Allah, pedoman hidup umat Islam, sumber dari segala sumber hukum, dan bacaan yang paling sering diulang-ulang oleh manusia. Oleh Karenanya, seorang penuntut ilmu hendaknya meletakan hafalan Al Qur’an sebagai prioritas utamanya. Berkata Imam Nawawi : “ Hal Pertama (yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu) adalah menghafal Al Quran, karena dia adalah ilmu yang terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadits dan fiqh kecuali bagi siapa yang telah hafal Al Quran. Kalau sudah hafal Al Quran jangan sekali- kali menyibukan diri dengan hadits dan fikih atau materi lainnya, karena akan menyebabkan hilangnya sebagian atau bahkan seluruh hafalan Al Quran. “ (Imam Nawawi, Al Majmu’,(Beirut, Dar Al Fikri, 1996) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66)). Di bawah ini beberapa langkah efektif untuk menghafal Al Qur’an yang disebutkan para ulama, diantaranya adalah sebagai berikut :

Langkah Pertama : Pertama kali seseorang yang ingin menghafal Al Qur’am hendaknya mengikhlaskan niatnya hanya karena Allah saja. Dengan niat ikhlas, maka Allah akan membantu anda dan menjauhkan anda dari rasa malas dan bosan. Suatu pekerjaan yang diniatkan ikhlas, biasanya akan terus dan tidak berhenti. Berbeda kalau niatnya hanya untuk mengejar materi ujian atau hanya ingin ikut perlombaan, atau karena yang lain.

Langkah Kedua : Hendaknya setelah itu, ia melakukan Sholat Hajat dengan memohon kepada Allah agar dimudahkan di dalam menghafal Al Qur’an. Waktu sholat hajat ini tidak ditentukan dan doa’anyapun diserahkan kepada masing-masing pribadi. Hal ini sebagaimana yang diriwayat Hudzaifah ra, yang berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر صلى
“ Bahwasanya Rosulullah saw jika ditimpa suatu masalah beliau langsung mengerjakan sholat. “

Langkah Ketiga : Memperbanyak do’a untuk menghafal Al Qur’an.
Do’a ini memang tidak terdapat dalam hadits, akan tetapi seorang muslim bisa berdo’a menurut kemampuan dan bahasanya masing-masing. Mungkin anda bisa berdo’a seperti ini :
اللهم وفقني لحفظ القرآن الكريم ورزقني تلاوته أناء الليل وأطراف النهار على الوجه الذي يرضيك عنا يا أرحم الراحمين .
“Ya Allah berikanlah kepada saya taufik untuk bisa menghafal Al Qur’an, dan berilah saya kekuatan untuk terus membacanya siang dan malam sesuai dengan ridhal dan tuntunan-Mu , wahai Yang Maha Pengasih “.
 
Langkah Keempat : Menentukan salah satu metode untuk menghafal Al Qur’an. Sebenarnya banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk menghafal Al Qur’an, Masing-masing orang akan mengambil metode yang sesuai dengan dirinya.

Minggu, 26 Mei 2013

tugas terstruktur: Hubungan Industrial



TUGAS HUBUNGAN INDUSTRIAL
Oleh: Wahyu Purhantara
BURUH GUGAT PENGAWASAN TENAGA KERJA

Untuk bekerja di pabrik kuali di Kampung Bayur Opak, Tangerang, ternyata para buruh tersebut dijemput dari kampungnya. Mereka pun diongkosi oleh bos pabrik kuali tersebut, Yuki Irawan. Setelah ada pekerja yang tergaet, mereka akan dibawa kepada YI untuk kemudian diserahterimakan calon pekerja tersebut. "Namun, untuk pendalaman apa yang dilakukan si pencari kerja, ini perlu pendalaman lagi," jelasnya.
Saat ini, polisi menghubungkan kasus perbudakan buruh di pabrik pengolahan limbah aluminium dengan human trafficking. Menurutnya, kedua orang yang bertugas merekrut pekerja itu hingga kini belum diketahui keberadaannya. Mereka berkeliling di beberapa wilayah Jawa Barat hingga Lampung untuk mencari pekerjaan. Status keduanya juga akan ditentukan apabila sudah diketahui keberadaannya.

Sementara itu, serikat pekerja mendesak pemerintah mengoreksi sistem pengawasan tenaga kerja yang dijalankan selama ini. Desakan ini setelah terkuaknya kasus dugaan praktik perbudakan di Tangerang pekan lalu. Pekerja menilai, masih adanya praktik perbudakan di zaman modern menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI) menyatakan akan segera mendaftarkan gugatan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi, terhadap Undang-Undang No. 3/1951 tentang Pengawasan Perburuhan.
Ketua Umum FISBI M Komarudin mengatakan, terkuaknya perbudakan di Tangerang diharapkan menjadi momen tepat untuk memperbaiki sistem pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia. "Kami akan daftarkan uji materiil UU No 3/1951 paling telat akhir Mei ini," katanya kepada KONTAN, Selasa (7/5/2013).
FISBI menilai, keberadaan UU Pengawasan Perburuhan sudah tidak sejalan dengan perkembangan zaman. Peraturan yang usang ini menjadi salah satu penyebab fungsi pengawas tenaga kerja di Indonesia menjadi lemah. Ia menyebut sistem pengawasan ketenagakerjaan yang berlaku saat ini terbukti tak bisa menjamin keamanan dan perlindungan bagi buruh. "Buruh masih diperlakukan semena-mena oleh pengusaha," tandas Komarudin.
Dalam permohonan uji materiil, FISBI meminta MK memerintahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah merevisi UU No 3/1951. "Kami juga telah menyiapkan draf usulan revisi UU Pengawasan Perburuhan," terang Komarudin.
Beberapa poin usulan revisi sistem pengawasan tenaga kerja. Pertama, pengawas ketenagakerjaan dari pusat diizinkan melakukan pengecekan sampai ke setiap perusahaan. Sebab pertama pengawas di tingkat daerah banyak yang melindungi pengusaha, sementara pemerintah pusat tak bisa berbuat banyak karena terbentur oleh aturan otonomi daerah. Kedua, ada batas waktu setiap tindakan penyelidikan dan penindakan kasus ketenagakerjaan sehingga penanganan lebih cepat dan pasti. Ketiga, peran pengawasan ketenagakerjaan yang saat ini ada di kantor dinas tenaga kerja di daerah ditarik lagi ke pemerintah pusat.
Sumber: dari berbagai media

TUGAS ANDA ADALAH:
1.     BUATLAH PAPER MINIMAL 3 HALAMAN TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA DI INDONESIA terkait DENGAN BERITA DI ATAS
2.     TUGAS DIKIRIM LEWAT email: yupur66@gmail.com paling lambat 10 Juni 2013

Pendidikan Keluarga



PENGARUH ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN ANAK

Reshared by: Wahyu Purhantara


Tidak jarang ditemui dalam masyarakat kita adanya pola asuh yang beragam oleh orang tua. Perbedaan pola asuh orang tua ternyata dapat mempengaruhi perkembangan anak. Dalam tulisan ini akan membahas lebih jauh mengenai faktor keluarga, terutama orang tua, yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak terutama perkembangan dalam prestasi anak.
Orang tua adalah aktor utama yang berperan penting dalam perkembangan anak yang diejawantahkan dalam bentuk pola pengasuhan orang tua. Menurut Steinberg, pengasuhan orang tua memiliki dua komponen, yaitu gaya pengasuhan (parenting style) dan praktek pengasuhan (parenting practices). Gaya pengasuhan didefinisikan sebagai sekumpulan sikap yang dikomunikasikan kepada anak dimana perilaku orang tua diekspresikan sehingga menciptakan suasana emosional. Santrock dalam bukunya Educational Psychology (2011) menyinggung 4 macam parenting styles, yaitu authoritative, authoritarian, neglectful, dan indulgent.
1. Authoritative Parenting
Orang tua yang authoritative berperilku hangat namun tegas. Mereka mendorong anaknya menjadi mandiri dan memiliki kebebasan namun tetap meberi batas dan kontrol pada anaknya. Mereka memiliki standard namun juga memberi harapan yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Mereka menunjukkan kasih sayang, sabar mendengarkan anaknya, mendukung keterlibatan anak dalam membuat keputusan keluarga, dan menanamkan kebiasaan saling menghargai hak-hak orang tua dan anak. Hal ini mampu  memberi kesempatan kedua pihak (orang tua dan anak) untuk dapat saling memahami satu sama lain dan menghasilkan keputusan yang dapat diterima kedua pihak.
Kualitas pengasuhan ini diyakini dapat lebih memicu  keberanian, motivasi, dan kemandirian. Pola asuh ini juga dapat mendorong tumbuhnya kemampuan sosial, meningkatkan rasa percaya diri, dan tanggung jawab sosial. Mereka juga tumbuh dengan baik, bahagia, penuh semangat, dan memiliki kemampuan pengendalian diri sehingga mereka memiliki kematangan sosial dan moral, lincah bersosial, adaptif, kreatif, tekun belajar di sekolah, serta mencapai prestasi belajar yang tinggi. Pada intinya, orang tua yang menggunakan pola authoritative dapat meningkatkan perasaan positif anak, memiliki kapabilitas untuk bertanggung jawab, dan  mandiri.
2. Authoritarian Parenting
Orang tua authoritarian menuntut kepatuhan dan konformitas yang tinggi dari anak-anak. Mereka lebih banyak menggunakan hukuman, batasan, kediktatoran, dan kaku. Mereka memiliki standard yang dibuat sendiri baik dalam aturan, keputusan, dan tuntutan yang harus ditaati anaknya. Bila dibandingkan dengan pola asuh lainnya, orang tua authoritarian cenderung kurang hangat, tidak ramah, kurang menerima, dan kurang mendukung kemauan anak, bahkan lebih suka melarang anaknya mendapat otonomi ataupun terlibat dalam pembuatan keputusan.
Pengasuhan dengan pola ini berpotensi memunculkan pemberontakan pada saat remaja, ketergantungan anak apada orang tua, merasa cemas dalam pembandingan sosial, gagal dalam aktivitas kreatif, dan tidak efektif dalam interaksi sosial. Ia juga cenderung kehilangan kemampuan bereksplorasi, mengucilkan diri, frustasi, tidak berani menghadapi tantangan, kurang berkeinginan mengetahi secara intelektual, kurang percaya diri, serta tidak bahagia.
3. Neglect Parenting
Pola pengasuhan ini disebut juga indifferent parenting. Dalam  pola pengasuhan  ini, orang tua hanya menunjukkan sedikit komitmen dalam mengasuh anak, mereka hanya memiliki sedikit waktu dan perhatian untuk anaknya. Akibatnya, mereka menanggulangi tuntutan anak dengan memberikan apapun yang barang yang diinginkan selama dapat diperoleh. Padahal hal tersebut tidak baik untuk jangka panjang anaknya, misalnya terkait peran dalam pekerjaan rumah dan perilaku sosial yang dapat diterima secara umum. Orang tua pola ini cenderung tidak tahu banyak tentang aktivitas anaknya. Mereka jarang berbicang-bincang dan hampir tidak mempedulikan pendapat anaknya dalam membuat keputusan.
Orang tua neglect atau indifferent bisa saja menganiaya anaknya, menerlantarkan anaknya, dan mengabaikan  kebutuhan  maupun kesulitan anaknya. Minimnya kehangatan dan pengawasan orang tua membuatnya terpisah secara emosional dengan anaknya sehingga membuat anak minimal dalam segala aspek, baik kognisi, bermain, kemampuan emosional dan sosial termasuk kedekatan/kelekatan pada orang lain. Jika terus menerus terjadi, akan membuat anak berkemampuan rendah dalam menolerir frustasi, pengendalian emosi, perilaku, dan prestasi sekolahnya pun amat buruk. Ia sering kurang matang, kurang bertanggung jawab, lebih mudah dihasut dan dibujuk teman sebayanya, serta kurang mampu menimbang posisinya.
4. Indulgent Parenting
Orang tua indulgent atu permissive berperilaku  highly  involved  pada anaknya. Mereka cenderung  menerima, lunak, dan lebih pasif dalam  kedisiplinan. Mereka mengumbar cinta kasih tetapi menempatkan sangat sedikit tuntutan terhadap perilaku anak dan memberi kebebasan tinggi pada anak untuk bertindak sesuai keinginannya. Terkadang orang tuanya mengizinkan ia mengambil keputusn meski belum mampu melakukannya. Orang tua semacam ini cenderung memanjakan anak, ia membiarkan anaknya mengganggu orang lain, melindungi anak secara berlebihan, membiarkan kesalahan diperbuat anaknya, menjauhkan anak dari paksaan, keharusan, hukuman, dan enggan  meluruskan  penyimpangan perilaku anak.
Baumrind (dalam Barus, 2003) menemukan bahwa anak yang menerima pola pengasuhan ini sangat tidak matang dalam berbagai aspek  psikososial. Mereka impulsive, tidak patuh, menentang jika diminta sesuatu yang bertentangan dengan keinginan sesaatnya, kurang tenggang rasa, dan kurang toleran dalam bersosialisasi. Pemanjaan terhadap anak dapat menyuburkan keinginan ketergantungan dan melemahkan dorongan untuk berprestasi. Thornburg (dalam Barus, 2003) mengemukakan dua alasan mengapa anak yang diasuh dengan pola seperti ini tidak dapat ditingkatkan perilaku tanggung jawabnya. Yaitu, (1) parents who are permissive give little guidance or direction to their adolescents and (2) adolescents do not tend to model the behavior of a parent in the permissive home.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pola asuh orang tua begitu berpengaruh terhadap kondisi perkembangan anak termasuk dalam prestasinya. Bila anak berada dalam pengasuhan yang kondusif, maka anak akan terbantu dalam proses kematangan perkembangan kognitif, afeksi, dan konasinya. Anak yang dibesarkan dari keluarga authoritative lebih mapan secara psikososial dan lebih berprestasi dibandingkan anak-anak yang dibesarkan dari keluarga authoritarian, neglect, dan indulgent.