Translate

Jumat, 05 April 2013

Pengembangan Organisasi, Implementasi Intrapreneurship



KONSEP DAN PENGERTIAN INTRAPRENEURSHIP
Oleh: Wahyu Purhantara

Pengelolaan karyawan atau SDM di era global adalah bagaimana manajemen organisasi mampu mengoptimalkan kinerja karyawan dengan mempertimbangkan potensi intelektual, emosi, spiritual dan fisik karyawan. Sebagai asset organisasi, maka karyawan memiliki peran strategis dalam membesarkan organisasi. Di setiap karyawan ditanamkan bahwa dia diperlakukan sebagai subjek perusahaan atau organisasi. Ia dipandang bukan sekedar objek perusahaan yang diperlakukan dengan berbagai atauran. Ia dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi, sehingga potensi ini perlu ditumbuhkembangkan sesuai dengan kemampuannya. Jeff Madura (2001) mengusulkan, bahwa pada proses intrapreneurship ini para karyawan didorong untuk berfikir sebagai pengusaha di dalam perusahaan. Perbedaan dengan pengusaha terletak pada statusnya, yaitu sebagai karyawan dalam perusahaan, dan bukan pemilik perusahaan. Sedang persamaannya adalah mereka sama-sama bekerja dengan penuh semangat, mengoptimalkan kreativitas, bekerja penuh inovasi, dan berfikir bahwa perusahaan seperti miliknya sehingga mereka wajib membesarkan perusahaan.
Konsultan manajemen Gifford dan Elizabeth Pinchot menciptakan istilah intrapreneurship pada tahun 1976 dan membantu mempopulerkan konsep kewirausahaan intra-perusahaan di bukunya, Intrapreneuring. Intrapreneurship, menurut Gifford Pinchot, model pengelolaan karyawan dengan mengacu pada inisiatif karyawan dalam organisasi untuk melakukan sesuatu yang baru, tanpa diminta untuk melakukannya. Bertolak dari pengertian ini, maka intrapreneurship memerlukan kemampuan kreativitas dan inovasi dari karyawan, kemampuan karyawan untuk mengimplementasikan ide-ide pembaharuan menjadi program atau proyek yang menguntungkan bagi organisasi. Sementara itu menurut Yosua Riddle, Intrapreneurship dimaksudkan untuk mendorong karyawan dalam mengembangkan ide, idovasi, dan tehnik ke dalam bentuk rencana aksi yang solid di tempat mereka bekerja. Dengan demikian, intrapreneurship  membutuhkan: pertama, kemauan pihak pengusaha dan manajemen untuk mentransformasi nilai-nilai kewirausahaan kepada seluruh karyawannya. Kedua, adanya karyawan yang memiliki potensi intelektual, emosi, spiritual dan fisik yang dapat dikembangkan secara optimal. Ketiga adanya iklim organisasi yang menghargai adanya kreativitas dan inovasi. Keempat adanya dukungan organisasi untuk menghargai dan membiayai tumbuhnya semangat intrapreneurship.
Intrapreneurship diterapkan pada organisasi dimaksudkan agar organisasi mampu bergerak dengan berbasis pada kemampuan karyawan untuk menghasilkan modal sosial dan modal kebersamaan karyawan di samping modal ekonomi. Dalam hal ini, karyawan memiliki peran sentral dalam keberhasilan membangun daya saing organisasi. Artinya, keberhasilan dan keberlangsungan organisasi (succes and sustaninable organization) sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan karyawan yang bekerja di dalamnya. Karyawan yang berjiwa visioner adalah karyawan yang perpikir sebagai pengusaha dalam sebuah organisasi bisnis. Ini adalah cara berpikir baru, dalam membuat organisasi lebih produktif dan menguntungkan. Pola pengelolaan  SDM yang berbasis intrapreneurship tidak hanya cocok untuk organisasi bisnis, namun dapat pula dimanfaatkan oleh korporasi, kemitraan, asosiasi, dan organisasi non-profit.
Contoh organisasi yang mampu menerapkan intrapreneurship adalah 3M. Perusahaan ini berupaya untuk membangkitkan semangat kinerja karyawannya. Perusahaan memberikan kebebasan tertentu kepada karyawannya untuk membuat proyek mereka sendiri, dan mereka bahkan memberi mereka dana digunakan untuk proyek-proyek. Organisasi bisnis ini memberikan peluang dan dorongan kepada karyawannya dalam bentuk proyek-proyek dalam perusahaan. Selain 3M, Intel juga memiliki tradisi menerapkan intrapreneurship (http://www.fep.up.pt/conferencias/ EAEPE2007/Papers), Sementara itu Google juga dikenal sebagai intrapreneur yang ramah, memungkinkan karyawan mereka untuk menghabiskan sampai 20% waktu mereka untuk mengejar proyek pilihan mereka.
3M dan Google adalah contoh organisasi bisnis yang berhasil menerapkan dan mengembangkan intrapreneurship. Para konsultan dan apara ahli kewirausahaan telah merekomendasikan bahwa organisasi bisnis perlu menciptakan budaya yang menyediakan kebebasan dan dorongan bagi ruang gerak karyawan untuk mengembangkan ide-ide baru. Organisasi secara sadar memberikan dukungan untuk tumbuh dan berkembangnya intrapreneurship, yaitu dengan dimulai dengan dari eksekutif puncak. Semangat ini kemudian diimplementasikan secara menurun secara hierarkis. Proses implementasi ini diwujudkan dalam bentuk kebijakan, program, dan sistem penghargaan. Dengan pola demikian ini, maka proses penerapan intrapreneurship akan ditiru dan dianut sampai pada kalangan karyawan lapir bawah. Dalam hal ini organisasi atau perusahaan harus belajar bagaimana untuk meningkatkan kompetensi dan aset yang mereka telah memiliki dalam. Di banyak organisasi bisnis selalu ditekankan pentingnya untuk menghidupkan intrapreneurship, yaitu dengan mendorong karyawan untuk membentuk tim yang bersaing yang berfungsi seperti usaha kecil atau vendor internal. Langkah ini kemudian diikuti dengan organisasi membuat program inovasi formal untuk memastikan bahwa setiap ide baru menerima persidangan yang adil. Dalam beberapa perusahaan, manajemen atas berperilaku seperti perusahaan modal ventura, mengevaluasi dan memberikan dukungan finansial untuk ide-ide baru yang menjanjikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar