KONSEP DAN PENGERTIAN INTRAPRENEURSHIP
Oleh: Wahyu Purhantara
Pengelolaan karyawan atau
SDM di era global adalah bagaimana manajemen organisasi mampu mengoptimalkan
kinerja karyawan dengan mempertimbangkan potensi intelektual, emosi, spiritual
dan fisik karyawan. Sebagai asset organisasi, maka karyawan memiliki peran
strategis dalam membesarkan organisasi. Di setiap karyawan ditanamkan bahwa dia
diperlakukan sebagai subjek perusahaan atau organisasi. Ia dipandang bukan
sekedar objek perusahaan yang diperlakukan dengan berbagai atauran. Ia
dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi, sehingga potensi ini perlu
ditumbuhkembangkan sesuai dengan kemampuannya. Jeff Madura (2001) mengusulkan,
bahwa pada proses intrapreneurship ini para karyawan didorong
untuk berfikir sebagai pengusaha di dalam perusahaan. Perbedaan dengan
pengusaha terletak pada statusnya, yaitu sebagai karyawan dalam perusahaan, dan
bukan pemilik perusahaan. Sedang persamaannya adalah mereka sama-sama bekerja
dengan penuh semangat, mengoptimalkan kreativitas, bekerja penuh inovasi, dan
berfikir bahwa perusahaan seperti miliknya sehingga mereka wajib membesarkan
perusahaan.
Konsultan manajemen Gifford dan Elizabeth Pinchot menciptakan istilah
intrapreneurship pada tahun 1976 dan membantu mempopulerkan konsep
kewirausahaan intra-perusahaan di bukunya, Intrapreneuring. Intrapreneurship,
menurut Gifford Pinchot, model pengelolaan karyawan dengan mengacu pada
inisiatif karyawan dalam organisasi untuk melakukan sesuatu yang baru, tanpa
diminta untuk melakukannya. Bertolak dari pengertian ini, maka intrapreneurship
memerlukan kemampuan kreativitas dan inovasi dari karyawan, kemampuan karyawan
untuk mengimplementasikan ide-ide pembaharuan menjadi program atau proyek yang
menguntungkan bagi organisasi. Sementara itu menurut Yosua Riddle, Intrapreneurship dimaksudkan untuk
mendorong karyawan dalam mengembangkan ide, idovasi, dan tehnik ke dalam bentuk
rencana aksi yang solid di tempat mereka bekerja. Dengan demikian,
intrapreneurship membutuhkan: pertama, kemauan pihak pengusaha
dan manajemen untuk mentransformasi nilai-nilai kewirausahaan kepada seluruh
karyawannya. Kedua, adanya karyawan yang memiliki potensi intelektual,
emosi, spiritual dan fisik yang dapat dikembangkan secara optimal. Ketiga adanya iklim organisasi
yang menghargai adanya kreativitas dan inovasi. Keempat adanya dukungan
organisasi untuk menghargai dan membiayai tumbuhnya semangat intrapreneurship.
Intrapreneurship diterapkan pada organisasi dimaksudkan agar organisasi
mampu bergerak dengan berbasis pada kemampuan karyawan untuk menghasilkan modal
sosial dan modal kebersamaan karyawan di samping modal ekonomi. Dalam hal ini,
karyawan memiliki peran sentral dalam keberhasilan membangun daya saing
organisasi. Artinya, keberhasilan dan keberlangsungan organisasi (succes and sustaninable organization)
sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan karyawan yang bekerja di dalamnya.
Karyawan yang berjiwa visioner adalah karyawan yang perpikir sebagai pengusaha
dalam sebuah organisasi bisnis. Ini adalah cara berpikir baru, dalam membuat
organisasi lebih produktif dan menguntungkan. Pola pengelolaan SDM yang berbasis intrapreneurship tidak hanya
cocok untuk organisasi bisnis, namun dapat pula dimanfaatkan oleh korporasi,
kemitraan, asosiasi, dan organisasi non-profit.
Contoh organisasi yang mampu menerapkan intrapreneurship adalah 3M.
Perusahaan ini berupaya untuk membangkitkan semangat kinerja karyawannya.
Perusahaan memberikan kebebasan tertentu kepada karyawannya untuk membuat
proyek mereka sendiri, dan mereka bahkan memberi mereka dana digunakan untuk
proyek-proyek. Organisasi bisnis ini memberikan peluang dan dorongan kepada
karyawannya dalam bentuk proyek-proyek dalam perusahaan. Selain 3M, Intel juga
memiliki tradisi menerapkan intrapreneurship (http://www.fep.up.pt/conferencias/
EAEPE2007/Papers), Sementara itu Google juga dikenal sebagai intrapreneur yang ramah,
memungkinkan karyawan mereka untuk menghabiskan sampai 20% waktu mereka untuk
mengejar proyek pilihan mereka.
3M dan Google adalah contoh organisasi bisnis yang berhasil menerapkan dan mengembangkan intrapreneurship. Para konsultan dan apara ahli kewirausahaan telah merekomendasikan bahwa organisasi bisnis perlu menciptakan budaya yang menyediakan kebebasan dan dorongan bagi ruang gerak karyawan untuk mengembangkan ide-ide baru. Organisasi secara sadar memberikan dukungan untuk tumbuh dan berkembangnya intrapreneurship, yaitu dengan dimulai dengan dari eksekutif puncak. Semangat ini kemudian diimplementasikan secara menurun secara hierarkis. Proses implementasi ini diwujudkan dalam bentuk kebijakan, program, dan sistem penghargaan. Dengan pola demikian ini, maka proses penerapan intrapreneurship akan ditiru dan dianut sampai pada kalangan karyawan lapir bawah. Dalam hal ini organisasi atau perusahaan harus belajar bagaimana untuk meningkatkan kompetensi dan aset yang mereka telah memiliki dalam. Di banyak organisasi bisnis selalu ditekankan pentingnya untuk menghidupkan intrapreneurship, yaitu dengan mendorong karyawan untuk membentuk tim yang bersaing yang berfungsi seperti usaha kecil atau vendor internal. Langkah ini kemudian diikuti dengan organisasi membuat program inovasi formal untuk memastikan bahwa setiap ide baru menerima persidangan yang adil. Dalam beberapa perusahaan, manajemen atas berperilaku seperti perusahaan modal ventura, mengevaluasi dan memberikan dukungan finansial untuk ide-ide baru yang menjanjikan.
3M dan Google adalah contoh organisasi bisnis yang berhasil menerapkan dan mengembangkan intrapreneurship. Para konsultan dan apara ahli kewirausahaan telah merekomendasikan bahwa organisasi bisnis perlu menciptakan budaya yang menyediakan kebebasan dan dorongan bagi ruang gerak karyawan untuk mengembangkan ide-ide baru. Organisasi secara sadar memberikan dukungan untuk tumbuh dan berkembangnya intrapreneurship, yaitu dengan dimulai dengan dari eksekutif puncak. Semangat ini kemudian diimplementasikan secara menurun secara hierarkis. Proses implementasi ini diwujudkan dalam bentuk kebijakan, program, dan sistem penghargaan. Dengan pola demikian ini, maka proses penerapan intrapreneurship akan ditiru dan dianut sampai pada kalangan karyawan lapir bawah. Dalam hal ini organisasi atau perusahaan harus belajar bagaimana untuk meningkatkan kompetensi dan aset yang mereka telah memiliki dalam. Di banyak organisasi bisnis selalu ditekankan pentingnya untuk menghidupkan intrapreneurship, yaitu dengan mendorong karyawan untuk membentuk tim yang bersaing yang berfungsi seperti usaha kecil atau vendor internal. Langkah ini kemudian diikuti dengan organisasi membuat program inovasi formal untuk memastikan bahwa setiap ide baru menerima persidangan yang adil. Dalam beberapa perusahaan, manajemen atas berperilaku seperti perusahaan modal ventura, mengevaluasi dan memberikan dukungan finansial untuk ide-ide baru yang menjanjikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar