Translate

Senin, 22 April 2013

Hubungan Industrial, Perjanjian Kerja



PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT)
Oleh: Wahyu Purhantara 


             Setelah menmbahas mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu pada materi sebelumnya, maka pada artikel ini akan dibahas mengenai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. Sebagaimana menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), definisi perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. PKWTT dapat juga dibuat secara lisan dan tidak wajib mendapat pengesahan dari intstansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan, maka klausul-kalusul yang berlaku diantara mereka (Perusahaan dan Karyawan) adalah klausul-kalusul sebagaimana yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan – Perusahaan dan Karyawan dianggap menyetujui UU Ketenagakerjaan sebagai “sumber perikatan” mereka.
           Jika PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan wajib membuat surat pengangkatan kerja bagi Karyawan yang bersangkutan. Surat Pengangkatan itu sekurang kurangnya memuat keterangan:
  1. Nama dan alamat karyawan. 
  2. Tanggal mulai bekerja. 
  3. Jenis pekerjaan. 
  4. Besarnya upah.
           Perjanjian kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) merupakan perjanjian kerja yang tidak ditentukan waktunya – bersifat tetap dan berlaku untuk selamanya sampai terjadi PHK. Selain tertulis, PKWTT dapat juga dibuat secara lisan. Jika PKWTT dibuat secara lisan, maka hubungan kerja yang mengatur mereka (pengusaha dan kekerja) adalah UU Ketenagakerjaan – Pengusaha dan pekerja dianggap menyetujui seluruh isi UU Ketenagakerjaan sebagai sumber hubungan hukum kerja mereka. Jika PKWTT dibuat secara lisan maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan.
        Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans 100/2004”), pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.
      PKWTT dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan dan tidak wajib mendapatkan pengesahan dari instansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan, maka klausul-klausul yang berlaku di antara mereka (antara pengusaha dengan pekerja) adalah klausul-klausul sebagaimana yang di atur dalam UU Ketenagakerjaan. 
         PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. Selama masa percobaan pengusaha wajib membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku.
Menurut Pasal 15 Kepmenakertrans 100/2004, PKWT dapat berubah menjadi PKWTT, apabila:
  1. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
  2. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam jenis pekerjaan yang dipersyaratkan, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
  3. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan jangka waktu perpanjangan, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan;
  4. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut;
  5. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (2), angka (3) dan angka (4), maka hak-hak pekerja dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan bagi PKWTT.
Suatu PKWTT – termasuk juga PKWT – dapat berakhir karena:
  1. Pekerja meninggal dunia.
  2. Berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja.
  3. Adanya putusan pengadilan atau putusan/penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
  4. Munculnya keadaan tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
         PKWTT tidak berakhir karena berakhirnya Perusahaan atau beralihnya hak atas perusahaan karena penjualan, pewarisan, atau hibah. Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan, misalnya, hak-hak Karyawan menjadi tanggung jawab perusahaan baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan diantara pengurus Perusahaan yang lama dan yang baru – dan perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak Karyawan. Dalam hal perusahaan merupakan orang perseorangan dan meninggal dunia, ahli waris pengusaha tersebut dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkannya dengan Karyawan. Dalam hal Karyawan yang meninggal dunia, ahli waris Karyawan itu berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. (legalakses.com)
             Dalam hal Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sering oleh banyak orang diasumsikan sebagai tenaga kerja tetap, karena masa berlaku perjanjian kerjanya tidak batasi oleh selang (interval) waktu tertentu namun sebenarnya tenaga kerja tetap ini, juga mempunyai batasan yang jelas, dan yang akan membatasi tenaga kerja tetap ini adalah masa kerjanya di dalam suatu perusahaan. Sejauhmana batasan-batasan itu dapat diberlakukan, tentu sangat tergantung dari kebijakan-kebijakan para pengambil keputusan di lingkungan perusahaan/institusi pemberi kerja, semua batasan-batasan itu tertuang dalam bentuk Peraturan Perusahaan (PP) atau Peraturan Kerja Bersama (PKB), dan secara normatif batasan-batasan itu adalah :
  1. Tenaga kerja Meninggal Dunia
  2. Memasuki usia pensiun
  3. Tenaga kerja melakukan pelanggaran berat, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama sehingga sangsi yang diberikan merupakan pemutusan hubungan kerja (PHK)
  4. Tenaga kerja melakukan pelanggaran hukum yang berlaku sehingga ada penetapan atau putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
 Karena merupakan batasan normatif, maka pemberlakuannya tidak hanya kepada tenaga kerja tetap (PKWTT) tetapi juga bagi tenaga kerja yang terikat oleh Perjanjian Kerja lainya, seperti PKWT, dengan demikian tenaga kerja PKWT batasannya ditambah dengan masa berlaku dari perjanjian kerja. Secara keseluruhan tidak terlalu banyak perbedaan antara PKWT dengan PKWTT, hanya saja penerapan di lapangan atau aplikasi dari kedua perjanjian kerja tersebut mempunyai perbedaan atau gap yang seolah-olah menjadi lebar. Akar permasalahan dari melebarnya perbedaan itu adalah :
  1. Para pencari kerja tidak punya peluang untuk bernegoisasi, karena kemampuan/skill mereka sangat terbatas sehingga tidak punya posisi tawar yang tinggi (low bargaining position). Akan lain halnya bagi mereka yang mempunyai kemampuan/skill tinggi dan sangat dibutuhkan perusahaan, tentu mereka akan lebih senang sebagai “tenaga kontrak” karena mereka akan mendapatkan posisi tawar yang tinggi, sementara itu secara personal mereka tidak ingin terikat terlalu lama dengan sebuah perusahaan karena akan menghilangkan kesempatan atau peluang mereka ditempat lain sehingga nantinya akan menutup peluang mereka mendapatkan yang “terbaik”
  2. Para pemberi kerja (pengusaha) lebih senang memberlakukan kepada setiap tenaga kerjanya sebagai tenaga kontrak (PKWT) apalagi kemampuan/skill mereka sangat terbatas, hal ini dilakukan untuk menghindarkan pembayaran pesangon apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terutama terhadap tenaga kerja yang tidak perform dan atau “nakal/bandel”.
  3. Dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan sehari-hari, para tenaga PKWT dan PKWTT ditempatkan pada jabatan dan atau pekerjaan yang sama, namun berbeda dalam hal penghasilan/gaji. Selain menimbulkan kecemburuan sosial antara para tenaga kerja, hal ini juga merupakan pelanggaran terhadap perundangan-undangan yang berlaku.
  4. Sebaliknya para pengusaha, sangat ingin mengikat para tenaga kerja yang mempunyai perform dan kemampuan/skill tinggi serta sangat dibutuhkan perusahaan, dengan iming-iming yang menjanjikan, dengan harapan agar mereka bersedia untuk terus bergabung di perusahaan.
Berdasarkan hal-hal diatas, jelaslah bahwa telah terjadi dikotomi antara tenaga kerja PKWT dan tenaga kerja PKWTT yang secara peraturan perundangan, sebenarnya tidak jauh berbeda, namun karena disebabkan oleh penerapan ketentuan undang-undang tentang perjanjian kerja, tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh setiap perusahaan, maka keduanya cenderung menimbulkan perbedaan yang mencolok. Agar keduanya tidak lagi menjadi polemik di tingkat Pengusaha dan juga ditingkat tenaga kerja maka harus diupayakan semaksimal mungkin adalah dengan kembali menegakkan peraturan perundangan yang berlaku, namun di lain pihak bahwa yang paling utama dari semua itu adalah bagaimana kita semua yang terlibat untuk terus berupaya terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dapat atau mampu membangun sebuah institusi kelembagaan yang menghasilkan tenaga kerja dengan kemampuan/skill yang tinggi. Namun demikian tugas dan tanggung jawab ini tidak hanya terbatas pada insitusi kelembagaan tertentu tetapi setiap perusahaan juga mempunyai niat untuk terus mengembangkan SDM perusahaan, hingga suatu saat nanti setiap perusahaan mempunyai tenaga kerja yang handal, yang tentu saja mampu untuk mendorong kemajuan perusahaan sehingga dapat berkompetitif di pasar, baik lokal maupun internasional.

REFERENSI:
http://www.hukumtenagakerja.com/perjanjian-kerja-untuk-waktu-tidak-tertentu/#sthash.GGzM9oe-Y.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar