PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT)
Oleh: Wahyu Purhantara
Setelah
menmbahas mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu pada materi sebelumnya,
maka pada artikel ini akan dibahas mengenai perjanjian kerja untuk waktu tidak
tertentu. Sebagaimana menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), definisi perjanjian
kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. PKWTT
dapat juga dibuat secara lisan dan tidak wajib mendapat pengesahan dari
intstansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan, maka
klausul-kalusul yang berlaku diantara mereka (Perusahaan dan Karyawan) adalah
klausul-kalusul sebagaimana yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan – Perusahaan
dan Karyawan dianggap menyetujui UU Ketenagakerjaan sebagai “sumber perikatan”
mereka.
Jika
PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan wajib membuat surat pengangkatan
kerja bagi Karyawan yang bersangkutan. Surat Pengangkatan itu sekurang
kurangnya memuat keterangan:
- Nama dan alamat karyawan.
- Tanggal mulai bekerja.
- Jenis pekerjaan.
- Besarnya upah.
Perjanjian
kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) merupakan perjanjian kerja yang tidak
ditentukan waktunya – bersifat tetap dan berlaku untuk selamanya sampai terjadi
PHK. Selain tertulis, PKWTT dapat juga dibuat secara lisan. Jika PKWTT dibuat
secara lisan, maka hubungan kerja yang mengatur mereka (pengusaha dan kekerja)
adalah UU Ketenagakerjaan – Pengusaha dan pekerja dianggap menyetujui seluruh
isi UU Ketenagakerjaan sebagai sumber hubungan hukum kerja mereka. Jika PKWTT
dibuat secara lisan maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja
yang bersangkutan.
Berdasarkan
Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans 100/2004”), pengertian Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat
tetap.
PKWTT
dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan dan tidak wajib mendapatkan
pengesahan dari instansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara
lisan, maka klausul-klausul yang berlaku di antara mereka (antara pengusaha
dengan pekerja) adalah klausul-klausul sebagaimana yang di atur dalam UU
Ketenagakerjaan.
PKWTT
dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. Selama masa
percobaan pengusaha wajib membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh
lebih rendah dari upah minimum yang berlaku.
Menurut
Pasal 15 Kepmenakertrans 100/2004, PKWT dapat berubah menjadi PKWTT, apabila:
- PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
- Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam jenis pekerjaan yang dipersyaratkan, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
- Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan jangka waktu perpanjangan, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan;
- Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut;
- Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (2), angka (3) dan angka (4), maka hak-hak pekerja dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan bagi PKWTT.
Suatu
PKWTT – termasuk juga PKWT – dapat berakhir karena:
- Pekerja meninggal dunia.
- Berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja.
- Adanya putusan pengadilan atau putusan/penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
- Munculnya keadaan tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
PKWTT tidak berakhir karena berakhirnya Perusahaan atau
beralihnya hak atas perusahaan karena penjualan, pewarisan, atau hibah. Dalam
hal terjadi pengalihan perusahaan, misalnya, hak-hak Karyawan menjadi tanggung
jawab perusahaan baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan
diantara pengurus Perusahaan yang lama dan yang baru – dan perjanjian itu tidak
boleh mengurangi hak-hak Karyawan. Dalam hal perusahaan merupakan orang
perseorangan dan meninggal dunia, ahli waris pengusaha tersebut dapat
mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkannya dengan Karyawan. Dalam hal
Karyawan yang meninggal dunia, ahli waris Karyawan itu berhak mendapatkan
hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau yang
telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama. (legalakses.com)
Dalam hal Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
sering oleh banyak orang diasumsikan sebagai tenaga kerja tetap, karena masa
berlaku perjanjian kerjanya tidak batasi oleh selang (interval) waktu tertentu
namun sebenarnya tenaga kerja tetap ini, juga mempunyai batasan yang jelas, dan
yang akan membatasi tenaga kerja tetap ini adalah masa kerjanya di dalam suatu
perusahaan. Sejauhmana batasan-batasan itu dapat diberlakukan, tentu sangat
tergantung dari kebijakan-kebijakan para pengambil keputusan di lingkungan
perusahaan/institusi pemberi kerja, semua batasan-batasan itu tertuang dalam
bentuk Peraturan Perusahaan (PP) atau Peraturan Kerja Bersama (PKB), dan secara
normatif batasan-batasan itu adalah :
- Tenaga kerja Meninggal Dunia
- Memasuki usia pensiun
- Tenaga kerja melakukan pelanggaran berat, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama sehingga sangsi yang diberikan merupakan pemutusan hubungan kerja (PHK)
- Tenaga kerja melakukan pelanggaran hukum yang berlaku sehingga ada penetapan atau putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Karena merupakan batasan normatif, maka pemberlakuannya tidak hanya kepada
tenaga kerja tetap (PKWTT) tetapi juga bagi tenaga kerja yang terikat oleh
Perjanjian Kerja lainya, seperti PKWT, dengan demikian tenaga kerja PKWT
batasannya ditambah dengan masa berlaku dari perjanjian kerja.
Secara keseluruhan tidak terlalu banyak perbedaan antara PKWT dengan PKWTT,
hanya saja penerapan di lapangan atau aplikasi dari kedua perjanjian kerja
tersebut mempunyai perbedaan atau gap yang seolah-olah menjadi lebar. Akar
permasalahan dari melebarnya perbedaan itu adalah :
- Para pencari kerja tidak punya peluang untuk bernegoisasi, karena kemampuan/skill mereka sangat terbatas sehingga tidak punya posisi tawar yang tinggi (low bargaining position). Akan lain halnya bagi mereka yang mempunyai kemampuan/skill tinggi dan sangat dibutuhkan perusahaan, tentu mereka akan lebih senang sebagai “tenaga kontrak” karena mereka akan mendapatkan posisi tawar yang tinggi, sementara itu secara personal mereka tidak ingin terikat terlalu lama dengan sebuah perusahaan karena akan menghilangkan kesempatan atau peluang mereka ditempat lain sehingga nantinya akan menutup peluang mereka mendapatkan yang “terbaik”
- Para pemberi kerja (pengusaha) lebih senang memberlakukan kepada setiap tenaga kerjanya sebagai tenaga kontrak (PKWT) apalagi kemampuan/skill mereka sangat terbatas, hal ini dilakukan untuk menghindarkan pembayaran pesangon apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terutama terhadap tenaga kerja yang tidak perform dan atau “nakal/bandel”.
- Dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan sehari-hari, para tenaga PKWT dan PKWTT ditempatkan pada jabatan dan atau pekerjaan yang sama, namun berbeda dalam hal penghasilan/gaji. Selain menimbulkan kecemburuan sosial antara para tenaga kerja, hal ini juga merupakan pelanggaran terhadap perundangan-undangan yang berlaku.
- Sebaliknya para pengusaha, sangat ingin mengikat para tenaga kerja yang mempunyai perform dan kemampuan/skill tinggi serta sangat dibutuhkan perusahaan, dengan iming-iming yang menjanjikan, dengan harapan agar mereka bersedia untuk terus bergabung di perusahaan.
Berdasarkan hal-hal diatas, jelaslah bahwa telah terjadi dikotomi antara tenaga
kerja PKWT dan tenaga kerja PKWTT yang secara peraturan perundangan, sebenarnya
tidak jauh berbeda, namun karena disebabkan oleh penerapan ketentuan
undang-undang tentang perjanjian kerja, tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya
oleh setiap perusahaan, maka keduanya cenderung menimbulkan perbedaan yang
mencolok. Agar keduanya tidak lagi menjadi polemik di tingkat Pengusaha dan
juga ditingkat tenaga kerja maka harus diupayakan semaksimal mungkin adalah
dengan kembali menegakkan peraturan perundangan yang berlaku, namun di lain
pihak bahwa yang paling utama dari semua itu adalah bagaimana kita semua yang
terlibat untuk terus berupaya terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
dapat atau mampu membangun sebuah institusi kelembagaan yang menghasilkan
tenaga kerja dengan kemampuan/skill yang tinggi. Namun demikian tugas dan
tanggung jawab ini tidak hanya terbatas pada insitusi kelembagaan tertentu
tetapi setiap perusahaan juga mempunyai niat untuk terus mengembangkan SDM
perusahaan, hingga suatu saat nanti setiap perusahaan mempunyai tenaga kerja
yang handal, yang tentu saja mampu untuk mendorong kemajuan perusahaan sehingga
dapat berkompetitif di pasar, baik lokal maupun internasional.
REFERENSI:
http://www.hukumtenagakerja.com/perjanjian-kerja-untuk-waktu-tidak-tertentu/#sthash.GGzM9oe-Y.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar