CARA
BELAJAR MAHASISWA
Oleh : Wahyu Purhantara
Mahasiswa adalah orang yang
terdaftar di perguruan tinggi (akademik, institut, universitas), mengikuti
semester berjalan dan tentunya memiliki kartu mahasiswa untuk pembuktian. Ini
pengertian secara administratif. Sedang pengertian mahasiswa menurut ahli.
Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi
terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia
sekitar 18-30 tahun. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI
bagian ke empat pasal 19 bahwasanya “ mahasiswa ” itu sebenarnya hanya sebutan
akademis untuk siswa/ murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu
dalam masa pembelajarannya.
Mahasiswa merupakan kelompok
muda golongan kritis, universal, menggunakan rasionalitasnya dalam melihat
permasalahan atau fakta yang di di depannya. Dari akalnya, atau proses
berpkirnya dengan menggunakan informasi awal yang diterima semenjak di bangku Sekolah
dan pengalaman hidup membuat kehidupan mahasiswa identik dengan daya kritis
yang tinggi. Daya kritis ini muncul karena konsekuensi dari akil balighnya
seorang mahasiswa. Telah sampai akalnya untuk memberikan makna dan
mengasosiasikan segalam masalah atau fakta yang ada dengan pengetahuan atau
informasi yang dimiliki.
Dunia mahasiswa pun juga identik dengan idealisme, idealisme inilah yang akan nantinya membentuk pola pikir mahasiswa ke depannya. Menjadi landasan bagi tindak tanduk atau perilakunya di masa-masa yang akan datang dari lembaran hidupnya. Makanya, memang perlu ada pencarian dan menemukan idealisme yang benar dalam kelompok usia ini.
Dunia mahasiswa pun juga identik dengan idealisme, idealisme inilah yang akan nantinya membentuk pola pikir mahasiswa ke depannya. Menjadi landasan bagi tindak tanduk atau perilakunya di masa-masa yang akan datang dari lembaran hidupnya. Makanya, memang perlu ada pencarian dan menemukan idealisme yang benar dalam kelompok usia ini.
Atas dasar pengertian mahasiswa seperti
itu, maka cara belajar yang tepat bagi mahasiswa adalah dengan menggunakan
pendekatan andragogi. Mengapa? Karena mahasiswa bukan lagi siswa yang harus
digiring kesana kemari dalam pencarian ilmu, kalau kita sebagai mahasiswa masih
saja mengikuti apa yang dikatakan dosen dan tidak mengkritisi ketika dosen
“mencekoki” kita dengan berbagai hal – hal baru. Apa bedanya kita dengan anak
TK atau anak SD?
Mahasiswa memiliki hak untuk
mendapatkan informasi yang seluas – luasnya dengan melakukan pengkajian lebih
mendalam dari pustaka, browsing internet, dan pengalaman lapangan. Untuk itu,
dosen lebih banyak menyampaikan isi materi secara garis besarnya beserta referensi
yang mendukungnya. Dosen lebih banyak berperan sebagai pembimbing dan
partnership bagi mahasiswa dalam mengarungi samudra ilmu. Jadi mahasiswa jangan
selalu menjadi “buntut” para dosen, mahasiswa yang seperti itu tak ada bedanya
dengan anak SD saja.
Andragogi adalah ilmu
atau seni yang membantu orang dewasa belajar. Andragogi adalah kelanjutan dari
Paedagogi yang banyak memberikan tanggung jawab segala keputusan tentang
pembelajaran kepada gurunya dan meletakan murid sebagai dalam satu peranan yang
terikat. Malcolm Knowles dalam bukunya The
ModernPractice for Adult Education menekankan bahwa dasar Andargogi
setidaknya ada empat asumsi yaitu; Konsep kemandirian mengatur diri; pengalaman
orang dewasa adalah khazanah; kesiapan untuk belajar bergantung pada kebutuhan;
dan orientasi pada belajar adalah berpusat pada kehidupan atau masalah.
Lebih rincinya berikut ini:
- Mandiri (Self Dirrecting) Mahasiswa seyogyanya dilibatkan dalam proses perencanaan pembelajaran karena dosen hanya berperan sebagai pemandu atau sumber materi. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab bersama antara mahasiswa dan dosen karena dosen menjadi sumber dan katalisator.
- Banyak dan beragam pengalaman. Keaneka ragaman pengalaman mahasiswa memiliki tiga implikasi:
a.
Teknik – teknik partisipatoris yang eksperensial seyogyanya digunakan agar
dapat membuka pengalaman – pengalaman mahasiswa
b.
Provision seyogyanya dibuat untuk mahasiswa untuk merencanakan bagaimana
mengaplikasikan hasil belajarnya ke dalam kehidupan nyata
c.
Kegiatan – kegiatan seyogyanya bergabung menjadi satu dan mendorong mahasiswa
untuk memperhatikan pengalaman – pengalaman secara objektif dan belajar
bagaimana belajar yang sesungguhnya itu dari mereka
3. Siap untuk belajar.
Kurikulum diorganisir agar mempertemukan keperdulian kehidupan nyata individu,
daripada hanya memenuhi satu tuntutan untuk mensponsori lembaga semata. Konsep
kesiapan yang bersifat berkembang seyogyanya dipandang dalam pengelompokan
mahasiswa. Bagi sejumlah konsep belajar, kelompok homogen lebih efektif, dan
bagi bentuk lain belajar, kelompok heterogen lebih efektif.
4. Berpusat pada
kinerja (performance). Sejumlah
implikasi muncul dari pernyataan ini:
a.
Dosen mutlak menyesuaikan diri dengan kebutuhan individual dan mengembangkan
pengalaman belajar yang relevan dengan kebutuhan
b.
Mengorganisir kegiatan belajar mahasiswa yang sesuai dengan konteks wilayah –
wilayah masalah, bukan hanya materi mata kuliah
c.
Sedini mungkin dalam sesi pembelajaran mahasiswa, harus ada satu proses latihan
dimana mahasiswa berkesempatan mengidentifikasi persoalan – persoalan tertentu
yang dapat mereka pecahkan dengan lebih memadai.
Ya setidaknya ketika sesuatu tidak
sesuai dengan apa yang diinginkan, mahasiswa dan dosen sama – sama saling
memperbaiki demi kebaikan bersama. Toh tidak ada salahnya ketika dosenpun
belajar dari mahasiswanya. Karena pembelajaran Andragogi menekankan pada
kemandirian dan share, dan prinsip Long Life Education harus terus
digenggam. Sehingga pendidikan di Indonesia akan semakin menuju kearah yang
positif dan dapat dibanggakan.
REFERENSI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar