Translate

Rabu, 17 April 2013

Andragogi


CARA BELAJAR MAHASISWA
Oleh : Wahyu Purhantara

Mahasiswa adalah orang yang terdaftar di perguruan tinggi (akademik, institut, universitas), mengikuti semester berjalan dan tentunya memiliki kartu mahasiswa untuk pembuktian. Ini pengertian secara administratif. Sedang pengertian mahasiswa menurut ahli. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian ke empat pasal 19 bahwasanya “ mahasiswa ” itu sebenarnya hanya sebutan akademis untuk siswa/ murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa pembelajarannya.
Mahasiswa merupakan kelompok muda golongan kritis, universal, menggunakan rasionalitasnya dalam melihat permasalahan atau fakta yang di di depannya. Dari akalnya, atau proses berpkirnya dengan menggunakan informasi awal yang diterima semenjak di bangku Sekolah dan pengalaman hidup membuat kehidupan mahasiswa identik dengan daya kritis yang tinggi. Daya kritis ini muncul karena konsekuensi dari akil balighnya seorang mahasiswa. Telah sampai akalnya untuk memberikan makna dan mengasosiasikan segalam masalah atau fakta yang ada dengan pengetahuan atau informasi yang dimiliki.
Dunia mahasiswa pun juga identik dengan idealisme, idealisme inilah yang akan nantinya membentuk pola pikir mahasiswa ke depannya. Menjadi landasan bagi tindak tanduk atau perilakunya di masa-masa yang akan datang dari lembaran hidupnya. Makanya, memang perlu ada pencarian dan menemukan idealisme yang benar dalam kelompok usia ini.
Atas dasar pengertian mahasiswa seperti itu, maka cara belajar yang tepat bagi mahasiswa adalah dengan menggunakan pendekatan andragogi. Mengapa? Karena mahasiswa bukan lagi siswa yang harus digiring kesana kemari dalam pencarian ilmu, kalau kita sebagai mahasiswa masih saja mengikuti apa yang dikatakan dosen dan tidak mengkritisi ketika dosen “mencekoki” kita dengan berbagai hal – hal baru. Apa bedanya kita dengan anak TK atau anak SD?
Mahasiswa memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang seluas – luasnya dengan melakukan pengkajian lebih mendalam dari pustaka, browsing internet, dan pengalaman lapangan. Untuk itu, dosen lebih banyak menyampaikan isi materi secara garis besarnya beserta referensi yang mendukungnya. Dosen lebih banyak berperan sebagai pembimbing dan partnership bagi mahasiswa dalam mengarungi samudra ilmu. Jadi mahasiswa jangan selalu menjadi “buntut” para dosen, mahasiswa yang seperti itu tak ada bedanya dengan anak SD saja.
Andragogi adalah ilmu atau seni yang membantu orang dewasa belajar. Andragogi adalah kelanjutan dari Paedagogi yang banyak memberikan tanggung jawab segala keputusan tentang pembelajaran kepada gurunya dan meletakan murid sebagai dalam satu peranan yang terikat. Malcolm Knowles dalam bukunya The ModernPractice for Adult Education menekankan bahwa dasar Andargogi setidaknya ada empat asumsi yaitu; Konsep kemandirian mengatur diri; pengalaman orang dewasa adalah khazanah; kesiapan untuk belajar bergantung pada kebutuhan; dan orientasi pada belajar adalah berpusat pada kehidupan atau masalah.
Lebih rincinya berikut ini:
  1. Mandiri (Self Dirrecting) Mahasiswa seyogyanya dilibatkan dalam proses perencanaan pembelajaran karena dosen hanya berperan sebagai pemandu atau sumber materi. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab bersama antara mahasiswa dan dosen karena dosen menjadi sumber dan katalisator.
  2. Banyak dan beragam pengalaman. Keaneka ragaman pengalaman mahasiswa memiliki tiga implikasi:
a. Teknik – teknik partisipatoris yang eksperensial seyogyanya digunakan agar dapat membuka pengalaman – pengalaman mahasiswa
b. Provision seyogyanya dibuat untuk mahasiswa untuk merencanakan bagaimana mengaplikasikan hasil belajarnya ke dalam kehidupan nyata
c. Kegiatan – kegiatan seyogyanya bergabung menjadi satu dan mendorong mahasiswa untuk memperhatikan pengalaman – pengalaman secara objektif dan belajar bagaimana belajar yang sesungguhnya itu dari mereka
3.  Siap untuk belajar. Kurikulum diorganisir agar mempertemukan keperdulian kehidupan nyata individu, daripada hanya memenuhi satu tuntutan untuk mensponsori lembaga semata. Konsep kesiapan yang bersifat berkembang seyogyanya dipandang dalam pengelompokan mahasiswa. Bagi sejumlah konsep belajar, kelompok homogen lebih efektif, dan bagi bentuk lain belajar, kelompok heterogen lebih efektif.
4.   Berpusat pada kinerja (performance). Sejumlah implikasi muncul dari pernyataan ini:
a. Dosen mutlak menyesuaikan diri dengan kebutuhan individual dan mengembangkan pengalaman belajar yang relevan dengan kebutuhan
b. Mengorganisir kegiatan belajar mahasiswa yang sesuai dengan konteks wilayah – wilayah masalah, bukan hanya materi mata kuliah
c. Sedini mungkin dalam sesi pembelajaran mahasiswa, harus ada satu proses latihan dimana mahasiswa berkesempatan mengidentifikasi persoalan – persoalan tertentu yang dapat mereka pecahkan dengan lebih memadai.
Ya setidaknya ketika sesuatu tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, mahasiswa dan dosen sama – sama saling memperbaiki demi kebaikan bersama. Toh tidak ada salahnya ketika dosenpun belajar dari mahasiswanya. Karena pembelajaran Andragogi menekankan pada kemandirian dan share, dan prinsip Long Life Education harus terus digenggam. Sehingga pendidikan di Indonesia akan semakin menuju kearah yang positif dan dapat dibanggakan.

REFERENSI:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar