ARBITRASE HUBUNGAN
INDUSTRIAL
Reshared
by Wahyu Purhantara
Upaya penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui arbitrase merupakan salah satu alternatif yang
bersifat sukarela (voluntary). Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui lembaga arbitrase dapat terjadi jika kedua belah pihak yang
berselisih telah bersepakat untuk menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase.
Arbitrase menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PHI”) adalah penyelesaian suatu
perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh/serikat kerja
pada suatu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial, melalui
kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih, untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang memiliki putusan mengikat para
pihak dan bersifat final.
Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU
PHI menjelaskan bahwa kesepakatan mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis dalam surat
perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga) yang masing-masing pihak
mendapatkan 1 (satu) rangkap dan memiliki kekuatan hukum sama. Atas dasar hal
tersebut, para pihak memilih atau menunjuk arbiter dari daftar yang ditetapkan
oleh Menteri Tenaga Kerja. Pasal 30 UU PHI menyebutkan wilayah kerja arbiter
meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Surat
perjanjian arbitrase sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama lengkap
dan alamat atau kedudukan para pihak yang berselisih;
2. Pokok-pokok persoalan
yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbitrase untuk
diselesaikan dan diambil putusan;
3. Jumlah
arbiter yang disepakati;
4. Pernyataan
para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase;
dan
5. Tempat,
tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang
berselisih.
Menurut
ketentuan UU PHI, apabila kedua belah pihak sudah bersepakat untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui lembaga arbitrase, hal
ini mengakibatkan lembaga pengadilan tidak lagi mempunyai kewenangan untuk
memeriksa dan mengadili perselisihan para pihak tersebut, dikarenakan putusan
lembaga arbitrase bersifat final and binding.
- See more at:
http://www.hukumtenagakerja.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar