MOGOK KERJA
Oleh: Wahyu Purhantara
Pemogokan adalah tindakan pekerja secara
bersama-sama untuk memaksa pengusaha memenuhi tuntutan mereka sehubungan dengan
perselisihan hubungan industrial. Definisi Mogok Kerja berdasarkan UU 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dimuat dalam pasal 1 angka 23 yaitu sebagai
berikut : “Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan
dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja untuk
menghentikan atau memperlambat pekerjaan”. Mogok Kerja hanya dapat dilakukan
oleh pekerja dan harus direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama serta
dilakukan oleh lebih dari satu orang. Pemogakan dapat meliputi penghentian
kerja total, aksi duduk, perlambatan (slow-down), dan larangan lembur. Tujuan
Mogok Kerja adalah untuk memaksa perusahaan/majikan mendengarkan dan
menerima tuntutan pekerja dan/atau serikat pekerja, caranya adalah dengan
membuat perusahaan merasakan akibat dari proses produksi yang terhenti atau
melambat. Pemogokan kadang digunakan pula guna menekan pemerintah
untuk mengganti suatu kebijakan. Kadang, pemogokan dapat mengguncang stabilitas
kekuasaan partai politik tertentu. Suatu contoh terkemuka
adalah pemogokan galangan kapal Gdańsk yang dipimpin oleh Lech Wałęsa.
Pemogokan ini bernilai penting dalam perubahan politik di Polandia,
dan merupakan suatu upaya mobilisasi yang penting yang memiliki kontribusi terhadap
runtuhnya pemerintahan komunis di Eropa Timur.
Dengan demikian, mogok
kerja atau pemogokan adalah peristiwa di mana
sejumlah besar karyawan
perusahaan
berhenti bekerja sebagai bentuk protes. Jika tidak
tercapai persetujuan antara mereka dengan majikan mereka, maka mogok kerja
dapat terus berlangsung hingga tuntutan para karyawan terpenuhi atau setidaknya
tercapai sebuah kesepakatan.
Mogok kerja dapat mengakibatkan kerugian yang
besar terutama jika dilakukan oleh karyawan yang bekerja dalam industri yang
berpengaruh besar pada masyarakat, seperti perdagangan atau pelayanan publik.
Walaupun demikian, dalam UU Tenaga Kerja di banyak negara, termasuk Indonesia,
mogok kerja merupakan hak
setiap karyawan.
Strategi pemogokan memiliki sejarah yang sangat
panjang. Pada akhir dinasti ke-20 Mesir Kuno,
pada kekuasaan Firaun
Ramses III
di abad ke-12 SM, para
pekerja mengorganisasikan suatu pemogokan yang pertama kali dikenal dalam
sejarah. Peristiwa ini dilaporkan secara mendetil dalam suatu papirus pada saat
itu yang berhasil diselamatkan dan disimpan di Turin. Pada era modern,
pada tahun 1768,
para pelaut yang mendukung demonstrasi di London,
"merusak" layar kapal dagang yang berada di pelabuhan, sehingga
melumpuhkan kapal-kapal tersebut.
Di Indonesia, pemogokan kerja pernah terjadi pada
25 November 2010, Forum Buruh DKI
Jakarta yang terdiri dari gabungan sejumlah serikat pekerja antara
lain, ASPEK Indonesia, FSPMI,
FSBI, SPN, GSBI, KSBSI, dan SBSI 92 melakukan aksi mogok kerja massal di
Kawasan Berikat Indonesia, Cakung, Cilincing, Jakarta Utara. Mereka menuntut kenaikan Upah
Minimum Propinsi DKI Jakarta sesuai dengan jumlah capaian Kebutuhan Hidup Layak
(KHL) sebesar Rp 1.401.289.
Dasar hukum dan Sanksi Mogok
Kerja di Indonesia
Mogok Kerja yang merupakan hak dari pekerja,
namun tidak sedikit para pekerja tidak mengerti dasar hukum yang melaglkan aksi
mogok kerja. Untuk itu pekerja harus memperhatikan beberapa peraturan
perundangan, diantaranya :
1.
Undang-Undang 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK).
2.
Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 368.Kp.02.03.2002 Tahun
2002 Tentang Prosedur Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan (Lock Out)
(SE Menakertrans 368).
3.
Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep. 232/men/2003
Tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah (Kepmen 232).
1.
Undang-Undang
Ketenagakerjaan (UUK)
(1)
Pasal 139 UUK
Pelaksanaan mogok kerja
bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum
dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa
manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum
dan/atau membahayakan keselamatan orang lain. (Pasal 139 UUK)
(2)
Pasal 140 UUK
1.
Sekurang-kurangnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan,
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara
tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat.
2.
Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.
waktu (hari, tanggal,
dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b.
tempat mogok kerja;
c.
alasan dan sebab-sebab
mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d.
tanda tangan ketua dan
sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat
buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
3.
Dalam hal mogok kerja
akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator
dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
4.
Dalam hal mogok kerja
dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamatkan
alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara
dengan cara:
a.
melarang para
pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
b.
bila dianggap perlu
melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan
2.
SE
Menakertrans 368
(1)
Dalam hal pekerja/buruh
hendak melakukan mogok kerja atau pengusaha hendak mengadakan penutupan
perusahaan (lock out), maka maksud tersebut harus diberitahukan dengan surat
kepada pihak lainnya dan kepada Ketua Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Daerah (P4-D).
(2)
Dalam surat tersebut
harus menerangkan dengan disertai bukti-bukti bahwa:
a.
telah diadakan
perundingan yang mendalam mengenai pokok-pokok perselisihan dengan pihak
lainnya yang diketua atau diperantarai oleh pegawai perantara atau;
b.
pihak lainnya menolak
untuk mengadakan perundingan atau;
c.
pihak yang hendak
melakukan tindakan telah 2 (dua) kali dalam jangka waktu 2 (dua) minggu tidak
berhasil mengajak pihak lainnya untuk berunding mengenai hal-hal yang
diperselisihkan;
(3)
Surat pemberitahuan
rencana pemogokan pekerja dimaksud harus memuat:
a.
nama dan alamat
penanggung jawab pemogokan;
b.
jumlah pekerja
yang akan melakukan pemogokan;
c.
hal yang
diperselisihkan dan tuntutan;
d.
hari, tanggal, jam dan
lamanya pemogokan.
3.
Kepmen
232
(1)melakukan mogok yang tidak sah
(lihat Pasal 142 jo Pasal 139 dan Pasal 140 UUK). Kepmen
232 mengatur akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah yaitu
a.
Pasal 6
1.
Mogok kerja yang
dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikualifikasikan
sebagai mangkir.
2.
Pemanggilan untuk
kembali bekerja bagi pelaku mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam
bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis.
3.
Pekerja/buruh yang
tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka
dianggap mengundurkan diri.
b. Pasal 7
1.
Mogok kerja yang
dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikualifikasikan
sebagai mangkir.
2.
Dalam hal mogok kerja
yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan dengan pekerjaannya
dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.
4.
Sanksi hukum bagi pekerja/buruh yang melakukan mogok yang tidak sah diatur
dalam Pasal 186 UUK yaitu kurungan paling singkat satu bulan dan
paling lama empat tahun. Ada pula denda paling sedikit Rp10 Juta, paling banyak
Rp400 Juta.
5.
menghalang-halangi pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melakukan
mogok kerja yang sah (Pasal 143 ayat [1] UUK) atau menangkap/menahan
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja
secara sah (Pasal 143 ayat [2] UUK). Sanksi atas pelanggaran Pasal 143 UUK
tersebut adalah pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta
(lihat Pasal 185 ayat [1] UUK).
Dari landasan hukum tersebut di atas, kita dapat
mengetahui bahwa Mogok kerja merupakan hak dasar yang dimiliki oleh
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh. Mogok kerja dilakukan oleh
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh sebagai akibat gagalnya suatu
perundingan yaitu tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan
perundingan walaupun serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh telah
meminta secara tertulis kepada pengusaha 2 (dua) kali dalam tenggang
waktu 14 (empat belas) hari kerja atau perundingan-perundingan yang dilakukan
mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah
perundingan.
Mogok kerja yang dibenarkan dalam UU
Ketenagakerjaan adalah mogok yang dilakukan secara sah, tertib dan damai serta
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan. Dalam waktu
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan,
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara
tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat.
Model Mogok Kerja
Mogok kerja dapat dilakukan tanpa melakukan
aksi unjuk rasa atau pawai (kegiatan penyampaian pendapat di muka umum). Aksi
ini hanya dilakukandengan cara tidak berangkat kerja atau hanya aksi tidak
bekerja di lokasi perusahaan. Untuk aksi seperti ini, maka cukup melakukan
pemberitahuan tertulis kepada pihak pengusaha dan instansi ketenagakerjaan
setempat dan tidak harus memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak Kepolisian
sebelum kegiatan dilakukan.
Perlu diingat bahwa yang dibutuhkan dari pihak
kepolisian apabila pekerja akan melakukan mogok kerja yang disertai dengan
unjuk rasa adalah surat tanda terima pemberitahuan Surat Tanda Terima
Pemberitahuan (STTP), bukan surat izin.
Artinya adalah pekerja cukup melayangkan surat pemberitahuan dan pastikan serah
terima surat pemberitahuan dibubuhi tanda tangan oleh penerima surat di
kepolisian. Hal ini penting apabila dikemudian hari pihak kepolisian tidak mau
merespon surat tersebut atau tidak mau mengeluarkan STTP yang resmi, maka aksi
tetap dapat berjalan dan sah.
Nah apabila mogok kerja dilakukan tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu kepada pengusaha dan instansi terkait, maka
pengusaha dan instansi terkait dalam rangka menyelamatkan alat produksi dan
aset perusahaan, dapat mengambil tindakan sementara sebagai berikut:
1.
melarang para
pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
2.
bila dianggap perlu
melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang
menerima surat pemberitahuan mogok kerja wajib memberikan tanda terima. Sebelum
dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya
pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang
berselisih. Apabila dalam hal perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan,
maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan
pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai
saksi. Tetapi apabila perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan, maka
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan
masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
Mogok kerja yang dilakukan tanpa memenuhi
ketentuan UU Ketenagakerjaan adalah mogok kerja yang tidak sah. Dalam Pasal 3
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 232 Tahun 2003 tentang
Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah mengatur tentang mogok kerja yang dapat
dikatagorikan sebagai tidak sah apabila dilakukan:
1.
bukan akibat gagalnya
perundingan; dan/atau
2.
tanpa pemberitahuan
kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan;
dan/atau
3.
dengan pemberitahuan
kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau;
4.
isi pemberitahuan
tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d
UU Ketenagakerjaan.
Pengusaha, instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan, atau pihak lain tidak dapat menghalang-halangi
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok
kerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai. Selain itu pengusaha,
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, atau pihak lain juga
dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan
pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah,
tertib dan damai sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan.
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai
dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan yang berlaku dan dilakukan secara sah,
tertib, dan damai pengusaha dilarang untuk:
1.
mengganti pekerja/buruh
yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
2.
memberikan sanksi atau
tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat
pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
Jenis-Jenis Pemogokan
Kerja
Secara eksplisit, undang-undang Ketenagakerjaan tidak mengenal
adanya macam-macam mogok. Nampaknya pemeruntah dalam membuat aturan menganggap
sudah cukup definisi mengenai mogok sebagai patokan utama. Namun secara
implicit jelas terlihat dari unsur nomor 5 diatas, bahwa pemerintah dalam
menmbuat undang-undang menghendaki adanya pemogokkan yang ditujukan pada
majikan saja, dan tuntutannya terbatas hanya mengenai persoalan di tempat kerja
(ekonomis) belaka.
Diandaikan bahwa pemogokan adalah bagian dari relasi dua pihak
saja: buruh-majikan. Persoalan lain di luar tempat kerja, tidak dianggap
sebagai bagian dari mogok. Ini berbeda dengan prinsip-prinsip yang umum telah
diterima di berbagai negeri modern dan beradab saat ini.
Komite Kebebasan Berserikat ILO (Committee on Freedom of Association)
berpendapat bahwa pemogokkan dapat mengambil berbagai bentuk cara tanpa
mengenal pembatasan: pemogokkan tiba-tiba, penghentian kerja, pelambatan kerja,
pemogokkam rotasi, pemogokkan dengan menduduki tempat kerja, demonstrasi,
bekerja hanya mengikuti aturan belaka, bekerja tanpa menggunakan alat, dan lain
sebagainya.
Dilihat dari tujuannya, ada 3 jenis pemogokan, yaitu :
1.
Pemogokan soal ekonomi
Pemogokkan jenis ini
hanya berfokus pada masalah-masalah pabrik saja.misalnya tuntutan kenaikan
upah, sebesar 10% di dalam pabrik,atau mengenai penghapusan sistem kerja
bergilir di dalam pekerjaan agar semua buruh dapat memperoleh jatah lembur.
Pemogokkan jenis ini tidak mempermasalahkan soal-soal di luar pabrik. Tujuannya
memang hanya terbatas pada kesejahteraan para buruh yang bekerja pada
lingkungan pabrik tertentu. dari uraian sebelumnya, kita mengetahui bahwa hanya
pemogokkan jenis inilah yang dikenal oleh undang-undang ketenagakerjaan.
2.
Pemogokan soal sosial-politik
Pemogokan jenis ini
mengajukan tuntutan sosial dan ekonomi yang lebih luas, tidak hanya terbatas di
dinding pabrik. Pemogokkan jenis ini menuntut perubahan kebijakan
ekonomi-sosial negara, atau kebijakan lain yang mempengaruhi dan berdampak pada
hidup buruh. Pemogokkan jenis ini menekankan bahwa buruh adalah bagian dari
masyarakat umum. Bahwa serikat buruh hidup dan tumbuh di tengah masyarakat, apa
yang menjadi keprihatinan masyarakat disuarakan oleh srikat buruh.
Komite Kebebasan
Berserikat ILO (Committee on Freedom of Association) menjelaskan bahwa
tujuan pemogokkan tidak hanya terbatas pada perjuangan untuk menuntut perbaikan
kondisi kerja saja (soal ekonomi belaka). Pemogokkan dapat juga mempersoalkan,
melancarkan kritik, atau berupaya mencari solusi atas persoalan kebijakan
sosial-ekonomi pemerintah, yang secara langsung atau tidak langsung berdampak
pada buruh. Jadi, pemogokkan buruh menentang program ekonomi pemerintah yang
mendahulukan para konglomerat, misalnya, dapat juga dibenarkan.
Hal senada ditegaskan
juga oleh Komite Ahli ILO (ILO Commitee of Experts) yang berpendapat bahwa hak
mogok adalah hak esensial bagi buruh dan organisasinya dalam memperjuangkan dan
melindungi kepentingan ekonomi dan sosial buruh. Kepentingan-kepentingan ini
bukkan hanya berarti memperoleh perbaikan kondisi kerja dan tuntutan kolektif
dalam suatu hubungan kerja, tetapi juga termasuk kepentingan buruh dalam
menuntut perbaikan kebijakan sosial dan ekonomi yang berpengaruh pada
kondisi buruh.
3.
Pemogokkan solidaritas (sympathy strike)
Pemogokan solidaritas adalah pemogokan yang dilakukan oleh
serikat buruh untuk mendukung tuntutan serikat buruh lain dalam berhadapan
dengan majikannya. Jadi, pihak yang dihadapi dalam pemogokkan jenis ini adalah
majikan dari serikat buruh lain yang didukungnya. Mungkin saja serikat buruh
tersebut kecil sehingga perlu dukungan dari serikat buruh lain. Dengan
pemogokan solidaritas, hubungan antar serikat buruh diperat dan anggota menjadi
merasakan betapa dirinya tidak berjuang sendirian.
Berbeda dari undang-undang ketenegakerjaan, undang-undang No.
22/1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan mengenal dan mengakui
adanya pemogokkasn solidaritas. Sayangnya, undang-undang ini dihapus
keberlakuannya oleh Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2004 tentang PPHI. Namun
demikian, pemogokkan solidaritas dijamin oleh Konvensi ILO Nomor 87. Karena
indonesia sudah meratifikasi konvensi ILO tersebut, maka secara teknis
pemogokkan solidaritas mempunyaui dasar hukum keberlakuannya.
Komite Ahli ILO (Commitee of Experts) berpendapat bahwa pemogokkan
solidaritas dapat dibenarkan mengingat situasi kondisi dunia sekarang, derasnya
arus globalisasi dan perkembangan arah konsentrasi perusahaan. Contohnya, bahwa
banyak pabrik perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai negara, dan
akan sangat berguna apabila para buruh dari berbagai tempat atau lokasi pabrik
dapat saling mendukung. Ditegaskan oleh mereka bahwa pelanggaran umum atas
pemogokkan solidaritas sdapat mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan.
Membatasi pemogokan hanya pada pemogokan soal ekonomi saja adalah
pengingkaran sekaligus pengebirian riwayat perjuangan serikat buruh Indonesia.
Dari catatan sejarah dapat kita temukan bahwa serikat buruh Indonesia pada masa
penjajahan Belanda tidak segan melakukan pemogokan menentang kebijakan politik
kolonial. Riwayat serikat buruh Indonesia juga penuh dengan solidaritas, bahkan
termasuk untuk mendukung perjuangan serikat buruh di negara lain. Bahkan bisa
dikatakan serikat buruh adalah wahana bagi kaum pergerakan awal untuk “belajar”
berorganisasi dalam organisasi sebuah “modern”. Melalui, antara antara
lain, aksi-aksi mogok yang mereka lancarkan terhadap perusahaan-perusahaan
milik pemerintah kolonial Belanda, serikat buruh memiliki peran untuk
bangkitnya semangat nasionalisme di negeri ini, dengan puncaknya adalah
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
REFERENSI:
"Revitalisasi Mogok Kerja, Dalam Merubah Kebijakan
Publik saat itu". Lembaga Bantuan Hukum ASPEK Indonesia.
2010-1-10.
Anonim. 2007. Buletin Corong Demokrasi FSPBI.
Makassar.
Anonim. 2008. Koran Rakyat PRP. Jakarta
Daumas, François (1969). Ägyptische Kultur
im Zeitalter der Pharaonen. p. 309.
Kepmenakertrans No. 232/MEN/2003 tentang Akibat
Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah
LBH Makassar. 2002. Pengetahuan Dasar Tentang
Hak-Hak Buruh. Makassar: Imaji Design.
TURC. 2005. A.BC. Hak-Hak Serikat Buruh.
Jakarta: Trade Union Rights Centre.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Tenaga Kerja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar