ASMA’
BINTI ABU BAKAR
wanita berjiwa agung
wanita berjiwa agung
Asma’ binti Abu Bakar, adalah contoh isteri
yang baik. Ibu yang pemberani, dan wanita yang cerdas. Ayahnya, adalah khalifah
pertama pengganti Rasulullah.
Suaminya, bernama Zubair bin Awwam, pembantu
Rasulullah. Termasuk salah seorang sahabat yang diberitakan jaminan sorga.
Meski waktu itu ayah Asma’ tergolong orang cukup berada, tetapi suaminya
tergolong orang miskin yang tidak mampu membayar pelayan untuk mengurus kuda
dan untanya.
Sejak kecil, Asma’ selalu dimanjakan oleh
ayahnya. Ia mempunyai kedudukan tinggi di dalam rumah. Sebagai isteri, ia
sangat setia kepada suami. Bahkan selalu menyiapkan makanan kuda dan unta sang
suami. Menumbuk biji kurma sendiri, menimba air untuk keperluan rumah tangga
dan memberi minum hewan miliknya. Asma’ sangat biasa mengangkut biji kurma di
atas kepalanya dari tempat yang jauh, hingga kemudian ayahnya mengirim seorang
sahaya perempuan yang menggantikan tugasnya merawat kuda dan unta.
Sebagai anak seorang khalifah, Asma’ selalu
hidup zuhud dan’ pemurah. Selalu berbuat baik, dan tinggi kepedulian sosialnya.
Pernah suatu ketika ia merasa sakit. Lalu segera membebaskan hamba sahaya
perempuan pemberian ayahnya sebagai sedekah. Dan sekaligus sebagai amal
kebajikan. Karena memang, sebagian dari obat penyakit adalah sedekah. Dan dia
telah berwasiat kepada para wanita dan puteri-puterinya, “Keluarkan sedekah,
dan jangan menunggu hingga ada kelebihan.”
Selama berumah tangga dengan Zubair, ia telah
melahirkan anak bernama Abdullah, Urwah, Ashim, Muhajir, Khadijah, Umu Hasan,
dan Aisyah. Anak-anaknya, mewarisi sifat kepahlawanan ayahnya dan kemuliaan
ibunya.
Mengirim Ke Gua
Asma’ hidup dalam usia yang panjang. Ia
menyaksikan berbagai peristiwa, sejak pertama kali Islam diserukan, sampai
mendapat tantangan, dan akhirnya memperoleh kejayaan. Jadi, susah payahnya
Rasulullah dalam menyerukan Islam benar-benar telah ia hayati, karena Abu Bakar
ayahnya adalah sahabat Nabi paling dekat.
Suatu hari Rasulullah datang ke rumah Abu
Bakar. Dan kedatangan Rasulullah itu di luar kebiasaan. Asma’ melihat
kedatangan Rasulullah, lalu bertanya,”Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya
Rasulullah. Mengapa anda datang di saat seperti ini?” Sambil berbisik,
Rasulullah bersabda, “Allah telah mengizinkan aku untuk hijrah ke Madinah. Abu
Bakar lalu menyiapkan dua kendaraan, satu untuk Rasulullah dan satunya lagi
untuk Abu Bakar sendiri. Tanpa setahu orang Quraisy mereka berangkat. Mereka
berjalan di tengah malam, dengan maksud menghindari gangguan dan ancaman kaum
kafir Quraisy. Dengan bekal secukupnya, mereka berlindung di sebuah gua di
puncak jabal Tsaur. Begitu mencekamnya suasana di dalam gua. Karena perjalanan
mereka dibuntuti orang-orang Quraisy. Abu Bakar sempat cemas dan takut. Maka
turunlah wahyu sebagaimana ditegaskan di dalam Al-Qur’an ayat 40 Surat
At-Taubah, “Janganlah kamu bersedih dan merasa takut. Sesungguhnya Allah
beserta kita”.
Orang-orang Quraisy mengetahui kedua orang
yang bersahabat itu meinggalkan Makkah. Tapi, tidak ada yang tahu dimana tempat
persembunyiannya. Satu-satunya orang yang mengetahui tempat persembunyian
Rasulullah dan Abu Bakar, adalah Asma’. Tetapi ia tetap merahasiakannya.
Bahkan secara rahasia pula, Asma’lah yang mengirim makanan dan minuman kepada
dua orang yang bersahabat itu selama beberapa hari tinggal di dalam gua.
Sebagai gadis yang cerdas, Asma’ juga
melakukan penyelidikan dan mencari informasi tentang situasi kota Makkah, yang
sedang dikuasai orang-orang Quraisy. Dan mencari informasi pula tentang situasi
kota Madinah, tempat dimana kaum Anshar siap menerima hijrah kaum muslimin.
Tugas sebagai intel ini dibantu oleh Abdullah bin Abu Bakar, saudara lelakinya.
Dan kemudian Asma’ sendiri yang meneruskan informasi itu kepada Rasulullah dan
ayahnya yang berada di dalam gua.
Suatu hari, Abu Jahal mengetuk pintu
rumahnya. Asma’ tahu maksud kedatangannya. Dan tahu persis akan kebengisan serta
kekerasan tamunya. Sebagai gadis yang beriman, ia tidak gentar menghadapi Abu
Jahal. Dengan penuh keimanan dan ketabahan, ia sambut kedatangan musuh
bebuyutan Rasulullah itu. Lalu Abu Jahal menanyakan di manakah Muhammad dan
ayahnya berada. Asma’ menjawabnya dengan tegas, bahwa ia tidak tahu. Dengan
beringas Abu Jahal mengulangi lagi pertanyaannya dengan disertai ancaman. Namun
Asma’ tetap menjawab tidak tahu.
Habislah sudah kesabaran Abu Jahal menghadapi
seorang gadis bernama Asma’. Dengan geram dia melayangkan tamparan yang keras
ke arah pipi Asma’ hingga anting-antingnya terlempar. Tapi, Asma’ tetap
merahasiakan tempat persembunyian Rasulullah dan ayahnya. Dengan memberi
ancaman, Abu Jahal meninggalkan Asma’ yang terluka.
Peristiwa itu terdengar oleh telinga
orang-orang Quraisy di Makkah. Bukan sekali itu Abu Jahal bertindak kejam dan
bengis. Dulu, Sumayyah (ibu Ammar bin Yasir) juga mati ditusuk lembing oleh Abu
Jahal, karena Sumayyah menyatakan masuk Islam. Ia adalah wanita pertama yang
mati syahid dalam Islam. Untung sekali, hal itu tidak menimpa diri Asma’.
Atas jasa Asma’, Rasulullah dan Abu Bakar
bisa sampai di Madinah dengan selamat. Kaum Anshar menyambut positif
kedatangan mereka, dan mendukung perjuangannya dengan jiwa, raga, dan harta. Tak
lama kemudian, Asma’ menyusul ke Madinah bersama kaum muhajirin yang lain, dan
kemudian tinggal di Quba’.
Di Madinah, Asma’ melahirkan seorang putera,
bernama Abdullah. Lalu Asma’ membawa bayi itu menghadap Rasulullah, kemudian
beliau meletakkannya di atas pangkuan, seraya mendoakannya. Abdullah adalah
bayi pertama yang dilahirkan di dalam Islam, sesudah hijrah ke Madinah.
Buta Mata
Asma’ dikaruniai hidup panjang, walau matanya
telah buta. Ia mengalami zaman pemerintahan Khulafaur-Rasyidin sampai dengan
zaman pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan, khalifah Bani Umayah. Ketika timbul
pertikaian antara khalifah dengan putera Asma’ (Abdullah), Abdul-Malik menyerbu
Hijaz dengan kebengisan panglima Hajaj. Pasukannya menyerang pelosok Umul-Qura.
Bahkan meriam pelontar batu ditembakkan ke arah Abi Qubais untuk menghantam
Ka’bah Baitullah.
Abdullah bin Zubair putera Asma’, terus maju
melawan Hajaj, hingga ia ditinggalkan oleh kaum dan kerabatnya. Dan Hajaj
sempat pula menjanjikan jabatan gubernur di Makkah, jika saja Abdullah mau
meletakkan senjata dan membaiat Abdul-Malik sebagai khalifah.
Abdullah kemudian bermusyawarah dengan Asma’,
ibunya. Namun sang ibu menasehati agar tidak menyerah, meski sudah ditinggalkan
kaum dan kerabatnya. “Engkau berada dalam kebenaran, wahai anakku. Teruskanlah
perjuanganmu. Karena jika engkau menyerah, maka akan dipermainkan oleh anak
cucu Bani Umayah.” Tutur Asma’ kepada anaknya.
Merasa akhir hidupnya sudah dekat, maka
Abdullah menyatakan kecemasannya kepada sang ibu atas pernyataan dan tekad dari
musuhnya yang akan memotong-motong tubuhnya setelah dibunuh. Maka Asma’
menjawab; “wahai anakku Abdullah, sesungguhnya kambing yang disembelih tidak
akan merasakan sakit ketika dikuliti.”
Dengan dorongan semangat itu, majulah
Abdullah melanjutkan perang melawan Hajaj. Abdullah kalah, setelah tewas
dibunuh, mayatnya di salibkan. Pada saat itu datanglah Asma’ menghampiri
puteranya di tiang salib. Dengan mata yang buta, tangannya meraba jasad anak laki
– lakinya dengan penuh ketabahan dan kesabaran. Dengan hati dan lisan yang
lantang ia berkata, “Tidakkah sudah tiba waktunya pengendara ini di turunkan.”
Ujarnya mengejek kebengisan Hajaj.
(sumber : Namadzijul Mar-atil
Muslimah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar