Syahadatain dan Makna di Dalamnya
Oleh: Wahyu Purhantara
Sebagai seorang muslim harus mengetahui makna bacaan dalam kalimat Syahadah. Karena hal ini menyangkut konsekuensi sikap dan perilaku kita dalam beraqidah. Jika salah atau tidak mengerti makna Syahadah, maka semua amal sholih kita akan tertolak di hadapan Allah.
Atas dasar
hal tersebut, maka berikut ini disampakan pemaknaan kalimah syahadah.
Makna “Asyhadu”
Kata “asyahdu” yang terdapat dalam
syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
1. Pernyataan atau Ikrar (al-I’laan
atau al-Iqraar)
Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau
menyatakan – bukan hanya mengucapkan – kesaksian yang tumbuh dari dalam hati
bahwa Tidak Ada Ilaah Selain Allah.
2. Sumpah (al-Qassam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah – suatu
kesediaan yang siap menerima akibat dan resiko apapun – bahwa tiada Ilaah
selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan Allah.
3. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)
Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang
dipertuhan. Janji tersebut kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah
(QS 7:172).
Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan
janji suci, sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman
adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan
terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).
Hakikat Iman
Keimanan itu bukanlah angan-angan,
tetapi mencakup 3 hal:
1. Dikatakan dengan lisan (al-Qaul)
Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan.
Semua perkataan yang keluar dari lisan mukmin senantiasa baik dan mengandung
hikmah.
2. Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)
Hati adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang
keluar dari lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan
dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadits Bukhari digambar oleh
Nabi SAW bahwa:
“Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis
tanah yang subur menumbuhkan tanaman, ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya
menampung air, ada jenis tanah yang gersang, tidak menumbuhkan juga tidak
menampung”.
Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga,
yaitu hati orang mukmin (QS 26: 89), hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang
munafik (QS 2: 10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang
berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qalb).
Sedangkan hati orang mukmin itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah
yang subur yang dapat menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar keyakinannya
menjulang kuat ke tanah, serta buah nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk
manusia yang lain.
3. Perbuatan (al-‘Amal)
Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang
ikhlas dan pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan
dan mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima amalnya. Sifat
seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu bicara dengan
lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga tanda: bila
berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah ia
berkhianat.
Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu
kesatuan yang utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqamah, tetap, teguh dan
konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqamah merupakan
proses yang terus berjalan bersama keimanan. Mukmin mustaqim akan mendapatkan
karunia dari Allah berupa:
- Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir
dari keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi resiko tantangan hidup,
siap berjuang meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberanian adalah
sifat pengecut.
- Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir
dari keyakinan bahwa Allah akan selalu membela hamba-Nya yang mustaqim
secara lahir batin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
- Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari
keyakinan terhadap perlindungan Allah dan ganjaran Allah yang Maha
sempurna. Orang yang optimis akan tenteram akan kemenangan hakiki, yaitu
mendapatkan keridhaan Allah (mardhatillah).
Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi
Allah dengan anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan
akhirat.
Inilah pemahaman terhadap konsep
syahadah. Tidak mudah dalam pelaksanaannya, karena kita berharap agar Allah
memberikan kesabaran dalam memahaminya.
Disarikan dari: dakwatuna 22/12/06 |
13:21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar