Translate

Minggu, 16 Juni 2013

Periapan Ramadhan



PERSIAPAN MENYAMBUT BULAN RAMADHAN
Oleh: Wahyu Purhantara

Persiapan Menyambut puasa Ramadhan Bulan Penuh Berkah dan ampunan. Ramadhan merupakan bulan penuh berkah, bulan yang penuh berkah dari berbagai sisi kebaikan. Sebab itu, umat Islam hendaklah mengambil keberkahan Ramadhan dari berbagai aktifitas positip dan bisa memajukan Islam dan pemeluk Islam. Meliputi dari sisi ekonomi, sosial, peradaban, budaya, dan pemberdayaan umat manusia. Namun demikian semua kegiatan yang positip itu tidak harus mengganggu kekhusuan dalam ibadah ramadhan terutama di sepuluh hari terakhir puasa bulan Ramadhan.
Rasulullah SAW. menjadikan bulan puasa ramadhan sebagai bulan yang penuh aktivitas dan amaliah positif. Selain yang telah dijelaskan seperti tersebut di atas, beliau juga aktip melakukan aktifitas sosial kemasyarakatan.

  1. Persiapan Mental (ruhiyah). Persiapan mental untuk menjalankan ibadah puasa dan ibadah terkait lainnya sangatlah penting. Apalagi pada menjelang 10 hari hari terakhir, karena ajakan keluarga yang menginginkan belanja mempersiapkan hari raya Idul Fitri, pulang kampung, beli pakaian dll, sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusuan ibadah puasa Ramadhan. Kesuksesan ibadah bulan Ramadhan seorang muslim bisa dilihat dari akhirnya. Jika akhir bulan Ramadhan diisi dengan i’tikaf dan taqarrub yang lainnya, maka insya Allah dia termasuk yg berhasil dan sukses dalam menjalankan ibadah Ramadhan. Persiapan ruhiyah (spiritual) Persiapan ruhiyah dapat dilaksanakan dengan meningkatkan ibadah, seperti memperbanyak membaca AlQuran saum sunnah, berdzikir, berdo’a dll. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah SAW. memberi contoh kepada umatnya yaitu dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah SAW. menyempurnakan puasanya, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).
  2. Persiapan fikriyah. Persiapan fikriyah atau akal dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilan kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka. 
  3. Persiapan Fisik dan Materi Seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan. Rasulullah mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :

         Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
         Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
         Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud ra, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).
Sarana penunjang yang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal untuk bekal ibadah Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal ibadah Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusu’ dan tidak berlebihan atau ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusu’an ibadah Ramadhan. Bulan yang penuh berkah ini dijadikan sebagai bulan prestasi ibadah (syahrul ibadah), bulan pentaubatan (syahrut taubah), bulan pendidikan (syahrut tarbiyah), bulan mawas diri (syahrul muhasabah).
Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah (Syahrul Ibadah). Ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun harus meningkat. Tahun depan harus lebih baik dari tahun ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat merubah dan memberikan output yang positif. Perubahan pribadi, perubahan keluarga, perubahan masyarakat dan perubahan sebuah bangsa. Allah SWT berfirman : "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS AR- Ra’du 11). Diantara bentuk-bentuk peningkatan amal Ibadah seorang muslim di bulan Ramadhan, misalnya; peningkatan, ibadah puasa, peningkatan dalam tilawah Al-Qur’an, hafalan, pemahaman dan pengamalan. Peningkatan dalam aktifitas sosial, seperti: infak, memberi makan kepada tetangga dan fakir-miskin, santunan terhadap anak yatim, beasiswa terhadap siswa yang membutuhkan dan meringankan beban umat Islam. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah (Bulan Taubat) Bulan Ramadhan adalah bulan dimana syetan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih Islami. Taubat berarti meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran. Atau kembalinya hamba kepada Allah SWT, meninggalkan jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang sesat. Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi juga terkait dengan pelaksanaan perintah Allah. Orang yang bertaubat masuk kelompok yang beruntung. Allah SWT. berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS An-Nuur 31). Oleh karena itu, di bulan bulan Ramadhan orang-orang beriman harus memperbanyak istighfar dan taubah kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan dan meminta ma’af kepada sesama manusia yang dizhaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka. Taubah dan istighfar menjadi syarat utama untuk mendapat maghfiroh (ampunan), rahmat dan karunia Allah SWT. “Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS Hud 52).
Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah, Da’wah Bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para da’i dan ulama untuk melakukan da’wah dan tarbiyah. Terus melakukan gerakan reformasi (harakatul ishlah). Membuka pintu-pintu hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama. Meningkatkan kepekaan untuk menolak kezhaliman dan kemaksiatan. Menyebarkan syiar Islam dan meramaikan masjid dengan aktifitas ta’lim, kajian kitab, diskusi, ceramah dll, sampai terwujud perubahan-perubahan yang esensial dan positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ramadhan bukan bulan istirahat yang menyebabkan mesin-mesin kebaikan berhenti bekerja, tetapi momentum tahunan terbesar untuk segala jenis kebaikan, sehingga kebaikan itulah yang dominan atas keburukan. Dan dominasi kebaikan bukan hanya dibulan Ramadhan, tetapi juga diluar Ramadhan.
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi). Dan terakhir, semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/kelompok yang selalu mencari-cari kesalahan orang/kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang mungkin jelas kesalahannya. Semoga Allah SWT senantiasa menerima shiyam kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah.


Referensi: http://molidaanggorokasih.blogspot.com/2013/01/html.

Studi Kasus Hubungan Industrial



Kerjakan kasus berikut ini sebagai tugas terstruktur:
 
KASUS PERSELISIHAN PT MEGARIAMAS SENTOSA,
JAKARTA UTARA

Isu menyangkut masalah perburuhan di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Berbagai kasus yang menyangkut perburuhan hampir setiap saat menghiasi media nasional kita. Fenomena terakhir adalah mengenai demo buruh yang berlangsung di beberapa daerah seperti Bekasi, Serang, dan Cikampek. Berbagai aksi yang dilakukan oleh kaum buruh tersebut bahkan membuat banyak warga lain mengalami kerugian karena aksi-aksi tersebut dilakukan di ruang publik sehingga mengganggu akses masyarakat pada fasilitas publik dan menggangu ketenangan masyarakat dari aksi tersebut. Dengan berbagai efek yang ditimbulkan dari aksi buruh itu, Masalah aksi buruh ini dapat disebabkan oleh banyak faktor yaitu mengenai pemutusan hubungan kerja dan upaya alternatif untuk mencegah dan menanggulanginya.

Contoh Kasus Perselisihan Buruh Dengan Perusahaan
Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, datang sekitar pukul 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans Jakarta Utara, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang THR.
Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan tunjangan hari raya (THR).
Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan THR kepada pekerjanya. Dalam demo tersebut para buruh menuntut perusahaan untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku. Para demonstras mengatakan “ jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena setahu mereka perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya”. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang mayoritas perempuan.
Mengetahui hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin Nakertrans Jakarta Utara. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin Nakertrans Jakarta Utara, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya. Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Sahut. Selain itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan tersebut mengaku merugi, pihak manajemen wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan kepada beritajakarta.com usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi.

Tugas anda adalah:

  1. Menganalisa kasus tersebut berdasarkan teori Manajemen Hubungan Inustrial.
  2. Penyelesaian sudut pandang pemerintah dalam mengatasi masalah tenaga kerja di Indonesia.
  3. Penyelesaian sudut pandang perusahaan dalam kesejahteraan pekerja
  4. Penyelesaian sudut pandang buruh


Tugas dikumpulkan pada waktu Ujian Akhir Semestar (dimasukkan di lembar jawab UAS).

Hubungan Industrial: Perselisihan Hubungan Industrial



PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI KONSILIASI
Reshared by Wahyu Purhantara

Pengertian Konsiliasi
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PHI”), mengatur mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 13 UU PHI, konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisishan pemutusan hubungan kerja atau perselisishan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 14 UU PHI, pengertian konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Dasar Hukum Konsiliasi: Pasal 17 sampai dengan Pasal 28 UU PHI mengatur mengenai prosedur penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi.

Prosedur Konsiliasi
1. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota, yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.
2. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi oleh konsiliator dilakukan untuk menangani perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, yang dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak.
3.    Selanjutnya para pihak dapat mengetahui nama konsiliator yang akan dipilih dan disepakati dari daftar nama konsiliator yang dipasang dan diumumkan pada kantor instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
4. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama.
5.    Kemudian, konsiliator dapat memanggil sanksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang konsiliasi guna dimintai dan didengar keterangannya. Saksi atau saksi ahli yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan dan akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
6.   Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
7.  Jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi maka:
a.     Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;
b.  Anjuran tertulis harus sudah disampaikan kepada para pihak dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama;
c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis;
e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Perjanjian Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendafataran.
8. Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat,.

Tentang Perjanjian Bersama
Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dilakukan sebagai berikut:
1.  Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama;
2.   Apabila Perjanjian Bersama ternyata tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama di daftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi;
3.  Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.

Hak dan Kewajiban Konsiliator
Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan. Konsiliator berhak mendapat hororarium/imbalan jasa berdasarkan penyelesaian perselisihan yang dibebankan kepada negara. Besarnya honorarium/imbalan jasa tersebut ditetapkan oleh Menteri.

Prosedur Pengaduan
Perselisihan hubungan industrial yang meliputi perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dapat diselesaikan dengan melalui dua jalur yaitu melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Namun Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 (“UU PHI”) tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, mengatur bahwa perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipatrit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila upaya bipatrit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak melakukan pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan.
Kemudian, Dinas Ketenagakerjaan mencatatkan pengaduan tersebut dengan menyediakan formulir pengaduan untuk diisi oleh para pihak. Salah satu atau kedua belah pihak yang mengadukan perselisihannya untuk dicatat oleh Dinas Ketenagakerjaan harus melampirkan bukti-bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian bipartit telah dilakukan (Pasal 4 ayat (1) UU PHI). Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud di atas tidak dilampirkan, maka Dinas Ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.
Selanjutnya Dinas Ketenagakerjaan melakukan pemanggilan kepada para pihak untuk menawarkan jalan penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Jika para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator (Pasal 4 ayat (5) UU PHI).
Penyelesaian konsiliasi melalui Dinas Ketenagakerjan dilakukan untuk menangani penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. Sedangkan penyelesaian arbitrase melalui Dinas Ketenagakerjaan dilakukan untuk menangani penyelesaian perselisihan kepentingan atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.

See more at: http://www.hukumtenagakerja.com

Hubungan Industrial: Perselisihan Hubungan Industrial



ARBITRASE HUBUNGAN INDUSTRIAL
Reshared by Wahyu Purhantara


Upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase merupakan salah satu alternatif yang bersifat sukarela (voluntary). Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui lembaga arbitrase dapat terjadi jika kedua belah pihak yang berselisih telah bersepakat untuk menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase. Arbitrase menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang  Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PHI”) adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh/serikat kerja pada suatu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial, melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih, untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang memiliki putusan mengikat para pihak dan bersifat final.
Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU PHI menjelaskan bahwa kesepakatan mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga) yang masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) rangkap dan memiliki kekuatan hukum sama. Atas dasar hal tersebut, para pihak memilih atau menunjuk arbiter dari daftar yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Pasal 30 UU PHI menyebutkan wilayah kerja arbiter meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Surat perjanjian arbitrase sekurang-kurangnya memuat:
1.     Nama lengkap dan alamat atau kedudukan para pihak yang berselisih;
2.     Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbitrase untuk diselesaikan dan diambil putusan;
3.     Jumlah arbiter yang disepakati;
4.     Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase; dan
5.     Tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih.
Menurut ketentuan UU PHI, apabila kedua belah pihak sudah bersepakat untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui lembaga arbitrase, hal ini mengakibatkan lembaga pengadilan tidak lagi mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perselisihan para pihak tersebut, dikarenakan putusan lembaga arbitrase bersifat final and binding.



- See more at: http://www.hukumtenagakerja.com